Jakarta, CNBC Indonesia – Kasus penyakit cacar monyet (Mpox) saat ini sedang menjadi perhatian di banyak negara, termasuk di Asia Tenggara dan terutama di Indonesia. Penyakit yang mirip dengan cacar ini disebabkan oleh virus yang ditularkan dari hewan ke manusia dan dapat menyebabkan gejala ringan hingga parah.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Muhammad Adib Khumaidi mengatakan bahwa melalui Satgas Mpox, mereka akan terus memantau perkembangan kasus Mpox di Indonesia. IDI juga akan terus bekerja sama dengan pemerintah untuk memberikan penanganan terbaik bagi para pasien dan masyarakat.
“Diperlukan upaya berkelanjutan dan kerjasama dari semua pihak terkait, termasuk pemerintah, organisasi layanan kesehatan, dan organisasi internasional agar dapat mengatasi masalah Mpox di Asia Tenggara ini dengan efektif,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Minggu (29/10/2023).
Sementara itu, Ketua Satgas Mpox PB IDI, Hanny Nilasari, menyatakan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini merupakan salah satu alasan mengapa Mpox diabaikan di Asia Tenggara. Banyak masyarakat yang belum mengetahui gejala Mpox dan tidak tahu bagaimana cara melindungi diri dari penyakit tersebut.
Menurut Hanny, kurangnya informasi ini dapat menyebabkan keterlambatan dalam mencari pertolongan medis, yang bisa berdampak lebih buruk. Selain itu, banyak kesalahpahaman tentang penyakit ini, seperti anggapan bahwa Mpox bukan penyakit serius atau jarang terjadi.
Hal ini dapat menyebabkan kurangnya kepedulian terhadap penyakit ini dan enggan untuk mengambil tindakan untuk melindungi diri dari infeksi.
“Terlepas dari tantangan-tantangan ini, penting untuk menyadari peran kesadaran masyarakat dalam mengatasi masalah Mpox di Indonesia dan Asia Tenggara,” kata Hanny.
Oleh karena itu, PB IDI memberikan 6 rekomendasi dalam penanganan kasus Mpox di Indonesia. Di antaranya adalah:
1. Penyebaran edukasi yang luas kepada masyarakat tentang Mpox, termasuk cara penularan, pencegahan, dan deteksi dini.
2. Menghindari kontak fisik dengan pasien terduga Mpox, seperti tidak menggunakan barang-barang bersama, seperti handuk, pakaian, atau tempat tidur.
3. Bagi populasi yang berisiko tinggi, seperti yang memiliki lebih dari satu pasangan seksual dan kondisi imunokompromais (autoimun atau penyakit kronis lainnya), sebaiknya menghindari perilaku berisiko dan menggunakan kondom saat berhubungan seksual.
4. Masyarakat umum, terutama yang termasuk dalam populasi risiko, disarankan untuk segera berkonsultasi dengan dokter jika muncul gejala lesi kulit yang tidak biasa dan disertai demam.
5. Pemeriksaan awal pada kasus terduga Mpox meliputi wawancara tentang perkembangan penyakit, pemeriksaan lesi kulit dan organ-organ terkait, serta pemeriksaan swab dengan mengambil cairan dari keropeng atau kelainan kulit.
6. Penyediaan obat antivirus dan vaksin Mpox dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang ditunjuk, dengan mengikuti alur permintaan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sesuai indikasi dan prioritas.
Data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta per 27 Oktober 2023 menunjukkan bahwa terdapat 15 kasus positif Mpox dan 1 kasus telah sembuh (Agustus 2022). Dari 14 kasus positif aktif (positivity rate PCR 44 persen), hampir semuanya mengalami gejala ringan dan tertular melalui kontak seksual. Semua pasien tersebut juga adalah laki-laki dengan rentang usia 25-50 tahun.
Selain itu, terdapat 20 orang dengan hasil PCR negatif dan 2 orang yang masih menunggu hasil PCR. Sejak tanggal 13 Oktober hingga saat ini, terdapat 14 orang dengan kasus positif atau terduga positif yang sedang menjalani isolasi di rumah sakit. Kementerian Kesehatan RI juga telah menyediakan vaksin Mpox yang telah diberikan kepada 251 orang dari target sebanyak 495 orang.
(wur)