Tantangan Penggunaan Bioavtur: Mengapa Insentif Diperlukan

by -145 Views
Tantangan Penggunaan Bioavtur: Mengapa Insentif Diperlukan

Indonesia mengukir sejarah baru di industri penerbangan udara. Pada 28 Oktober 2023, PT Garuda Indonesia Tbk berhasil menerbangkan pesawat dengan Sustainable Aviation Fuel (SAF). Namun, penggunaan SAF dalam bentuk bioavtur ini tidaklah mudah. Penggunaan SAF ini diprediksi akan menambah beban bagi maskapai dan konsumen.

Aika Yuri Winata, GM Green Energy, Apical Group mengungkapkan bahwa biaya tambahan dari penggunaan SAF diperkirakan akan mencapai miliaran dan triliunan dolar bagi produsen bahan bakar. Ini berarti bahwa tiket pesawat rata-rata akan mengalami kenaikan sebesar US$3 hingga US$14 pada tahun 2030 dan US$13 hingga US$38 pada tahun 2050 untuk perjalanan udara yang lebih berkelanjutan.

Namun, Aika juga menilai bahwa SAF adalah alternatif yang paling menjanjikan dan layak untuk mengurangi emisi CO2 hingga 90% dari bahan bakar pesawat konvensional. Meskipun saat ini SAF hanya menyumbang kurang dari 0,1% dari penggunaan bahan bakar pesawat.

Untuk mempercepat adopsi SAF dan dekarbonisasi perjalanan udara, peran ASEAN sangatlah penting. ASEAN memiliki ketersediaan dan aksesibilitas limbah dan sisa yang besar, potensi penghematan GHG yang signifikan, derivasi dan produksi yang berkelanjutan, serta keterlibatan aktif dalam industri penerbangan.

Aika juga menekankan bahwa harga relatif dan penghematan GHG menjadi pertimbangan utama dalam produksi SAF. Untuk mengembangkan SAF di ASEAN, diperlukan intervensi kebijakan, seperti mandat dan skema insentif, penyelarasan kebijakan dengan standar internasional, serta pembiayaan berkelanjutan melalui kebijakan dan pinjaman penerbangan.

Diharapkan dengan adanya permintaan yang lebih kuat dari berbagai pemain pasar, seperti maskapai, pengangkut kargo udara, dan konsumen, produksi SAF akan meningkat sehingga biayanya akan semakin mendekati bahan bakar pesawat konvensional.

Sumber: CNBC Indonesia