Kelompok pejuang Palestina, Hamas, telah menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir. Pada tanggal 7 Oktober, kelompok ini berhasil menembus perbatasan antara Gaza dan Israel dan melakukan penyerangan ke wilayah Israel. Dalam penyerangan ini, sekitar 1.400 warga Israel tewas dan lebih dari 200 warga diculik oleh Hamas.
Sebagai respons, Israel melancarkan serangan udara terberatnya ke Gaza untuk menghancurkan Hamas. Namun, serangan ini juga menewaskan lebih dari 9.000 jiwa warga Gaza yang mayoritasnya adalah warga sipil.
Dalam perkembangan konflik ini, muncul skenario tentang kemungkinan Hamas benar-benar dihancurkan di Gaza. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, telah menyarankan kepada Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, dan Otoritas Palestina (PA) untuk mengambil kembali kekuasaan di Gaza dari Hamas.
Namun, hal ini masih menimbulkan pertanyaan. Karena PA dipimpin oleh kelompok Fatah yang merupakan lawan politik Hamas, dan banyak warga Gaza melihat PA sebagai pihak yang tunduk pada Israel dan pendukung internasionalnya.
Menurut Analis dari Carnegie Endowment for Peace, Nathan Brown, sulit bagi PA untuk memimpin Gaza. PA harus meminta bantuan Israel untuk membatalkan kebijakan lamanya yang memisahkan Gaza dan Tepi Barat. Namun, belum bisa dipastikan apakah Israel akan mengizinkannya.
Selain itu, PA juga menghadapi kekurangan popularitas di Gaza dan masalah pendanaan yang serius. Anggaran PA telah mencapai titik puncaknya karena Israel menahan pendapatan pajak yang dikumpulkan dari warga Palestina.
Jurnalis senior The Guardian, Peter Beaumont, menambahkan bahwa kondisi Gaza menjadi sulit jika Hamas tidak ada. Bila PA harus berkuasa di Gaza, lembaga itu akan bergantung pada Israel yang telah menyerang wilayah itu dengan keras.
Untuk kembali berkuasa di Gaza, PA memerlukan pemilu, tetapi tidak jelas apakah PA akan memenangkannya, terlebih jika pemilu tidak melibatkan pihak-pihak yang mendukung kekerasan.
Pemerintahan PA di Gaza berakhir dengan penghinaan yang nyata. Anggota Fatah meninggalkan jalur pantai menuju Tepi Barat dengan berpakaian minim, merupakan metafora atas keruntuhan PA di Gaza yang masih bertahan hingga saat ini.
Artikel Selanjutnya:
Dubes Palestina Buka-bukaan Kondisi Perang, Singgung RI
(luc/luc)