Penyebab Dijual Belinya Audit Oleh 2 Pejabat BPK, Inilah Alasannya!

by -132 Views
Penyebab Dijual Belinya Audit Oleh 2 Pejabat BPK, Inilah Alasannya!

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dianggap memiliki kewenangan yang sangat besar dalam melakukan audit, baik terhadap pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Superioritas ini dianggap memunculkan celah yang lebar terhadap praktik korupsi.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan bahwa BPK adalah lembaga tunggal yang diberikan kewenangan untuk mengaudit keuangan negara, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.

“Dengan posisi undang-undang yang sangat kuat dan hak tunggal BPK, dia menjadi sangat superior untuk menentukan keberhasilan sebuah pertanggungjawaban laporan keuangan,” kata Tauhid.

Di sisi lain, Tauhid juga mengatakan bahwa pengawasan terhadap BPK terbilang lemah. Menurutnya, saat ini BPK hanya memiliki pengawasan internal setingkat Inspektur Jenderal. Kewenangan yang besar dan tidak disertai pengawasan yang cukup adalah yang menyebabkan auditor BPK hingga pimpinannya rentan terjerat korupsi.

BPK tengah menjadi sorotan setelah dua pimpinannya, yaitu Achsanul Qosasi dan Pius Lustrilanang terseret kasus korupsi jual-beli audit. Kejaksaan Agung menetapkan Achsanul menjadi tersangka kasus korupsi proyek BTS 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika, sementara Pius terseret kasus korupsi jual-beli audit BPK di Pemerintah Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. Kasus ini juga menjadikan 3 auditor dari kantor BPK Perwakilan Papua menjadi tersangka.

Nama Achsanul dan Pius menambah panjang deretan auditor BPK yang terjerat kasus hukum. Sebelumnya, mantan anggota BPK Rizal Djalil divonis 4 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama karena menerima suap dari korupsi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).

Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman punya pendapat serupa dengan Tauhid. Zaenur berpendapat bahwa BPK memiliki kewenangan yang sangat besar, namun minim pengawasan. Dia menilai pengawasan internal BPK perlu diperkuat.

Zaenur menyarankan agar BPK harus memiliki mekanisme pelaporan atau whistle blowing system. Sistem ini bertujuan agar pihak eksternal dapat melaporkan berbagai bentuk pelanggaran, terutama yang bersifat pidana.

Artikel Selanjutnya
BPK: Penyaluran Bansos Rp 185,23 Miliar Tidak Tepat Sasaran!

(mij/mij)