Serangan Israel ke wilayah Gaza Palestina untuk melawan milisi Hamas telah membawa dampak global baru. Kelompok Houthi Yaman solidaritasnya pada Hamas dengan menyerang kapal-kapal yang terafiliasi Israel di Laut Merah. Manuver ini pun telah mendorong raksasa pelayaran untuk mengubah rutenya. Setidaknya 12 perusahaan pelayaran, termasuk perusahaan pelayaran raksasa Mediterranean Shipping Company (MSC), CMA CGM , dan AP Moller-Maersk, menangguhkan transit Laut Merah dan terusan Suez karena keamanan. Raksasa minyak Inggris BP pada Senin menjadi perusahaan terbaru yang mengumumkan akan menghindari perairan tersebut.
Sejauh ini, para pengirim barang telah mengalihkan kargo senilai lebih dari US$ 30 miliar (Rp 463 triliun) dari Laut Merah. Resiko kian meningkat setelah Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengumumkan koalisi pada hari Senin untuk melindungi perdagangan di Laut Merah dari serangan Houthi.
Menurut Paolo Montrone, Wakil Presiden Senior dan Kepala Logistik Perdagangan Laut Global Kuehne+Nagel, saat ini terdapat 57 kapal kontainer yang berlayar jauh melintasi Afrika alih-alih melintasi Laut Merah dan Terusan Suez. “Jumlah tersebut akan meningkat karena semakin banyak yang mengambil jalur ini,” kata Montrone kepada CNBC International, Rabu (20/12/2023).
“Total kapasitas kontainer kapal-kapal ini adalah 700.000 unit setara dua puluh kaki (TEUs.)” Antonella Teodoro, konsultan senior untuk MDS Transmodal, mengatakan perusahaan pelayaran dapat mengerahkan kapal tambahan karena kapasitas armada telah meningkat lebih dari 20% dalam 12 bulan terakhir untuk melayani konsumen tanpa keterlambatan. “Permintaan diperkirakan akan tetap sama sehingga ada kapasitas yang tersedia untuk menjaga jalur pengangkut laut tepat waktu dan mengambil kontainer setelah terikat pada kapal yang dialihkan ini,” kata Teodoro kepada CNBC.
CEO AP Moller-Maersk, Vincent Clerc, memperkirakan akan terjadi penundaan selama dua hingga empat minggu. Menurutnya, penundaan barang akan sangat terasa di Eropa. “Eropa lebih bergantung pada Suez. Penundaan akan terasa di Eropa,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Timur Tengah dan Afrika di The Global Counsel, Ahmed Helal, mengatakan kepada Al Jazeera “dampak besar” dari krisis ini adalah pada inflasi. Ia menyebut karena serangan Houthi dan pindahnya rute kapal, harga gas dan minyak melonjak. “Bank-bank sentral besar telah memangkas suku bunga untuk memerangi inflasi dan menurunkan harga bagi konsumen. Namun gangguan pada arteri perdagangan global ini berdampak pada barang-barang dan energi, baik minyak maupun gas alam,” ujarnya.