Mantan Menteri Keuangan yang juga merupakan ekonom senior Indonesia, Chatib Basri, menegaskan bahwa ekonomi Indonesia penuh tantangan untuk tumbuh 6-7%, sebagaimana yang diharapkan oleh sejumlah calon presiden (capres). Sebagaimana diketahui, para capres menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, yakni 6-7%.
Chatib menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terbebani dengan incremental capital output ratio (ICOR) yang tinggi, yakni tambahan investasi yang dibutuhkan untuk 1% pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi. Pertumbuhan ekonomi RI saat ini stagnan di level kisaran 5%.
Menurut Chatib, level ICOR Indonesia kini berada pada angka 6,8. Artinya 1% pertumbuhan ekonomi membutuhkan tambahan rasio investasi terhadap PDB sebesar 6,8. Oleh karena itu, kebutuhan investasi terhadap PDB harus semakin tinggi untuk mendorong 1% pertumbuhan ekonomi.
“Jadi, jika kita ingin tumbuh 6% sampai dengan 7%, maka kita membutuhkan investasi terhadap PDB antara 41% sampai dengan 47%. Atau dalam nominal, jika PDB harga berlaku kita adalah Rp 19.500 triliun, kita membutuhkan tambahan investasi sebesar Rp 780 triliun jika ingin tumbuh 6%, atau Rp 1.950 triliun jika ingin tumbuh 7%,” tegas Chatib.
Sayangnya, sejalan dengan itu, Indonesia juga dihadapkan dengan rendahnya tabungan domestik bruto terhadap PDB. “Persoalannya adalah tabungan domestik kita saat ini, rasio dari tabungan domestik bruto terhadap PDB kita itu adalah 37%. Di sini ada gap di mana tabungan kita, tabungan domestik kita lebih kecil dari kadar kebutuhan pembiayaan investasi,” ucapnya.
Akibatnya, rendahnya porsi tabungan domestik bruto terhadap PDB membuat Indonesia mengalami kesulitan pendanaan. Hal ini tercermin dari defisit transaksi berjalan yang mulai terjadi beberapa waktu ke belakang menyebabkan volatilitas ekonomi terjadi, karena pemenuhannya masih didominasi oleh investasi portofolio.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengakui bahwa permasalahan berat untuk merealisasikan Indonesia Emas 2045, atau menjadi negara maju pada 100 tahun kemerdekaan, adalah pertumbuhan ekonomi yang stagnan di level 5%, padahal untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap pada 2045 atau lebih cepat harus tumbuh di level 6% ke atas.
Permasalahan utamanya, menurut dia, adalah Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau biaya modal untuk menghasilkan satu unit output ekonomi masih terlalu tinggi, yakni di level 6,25. Maka, ke depan, dia menekankan, ICOR itu harus dilaksanakan dengan mengembalikan desain pembangunan sesuai RPJPN 2025-2045.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Abdurohman, mengatakan bahwa anggaran itu terutama akan ditujukan untuk tiga masalah yang selama ini menghambat gerak laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tiga masalah itu ia sebut sebagai three gap, yakni human capital gap, infrastructure gap, serta institusional gap. Ketiganya akan terus menjadi fokus penanganan dengan APBN dalam jangka menengah panjang.