Anies dan Ganjar Setuju Bersama Tanggapi China, Akan Melaksanakan Keputusan Ini

by -156 Views
Anies dan Ganjar Setuju Bersama Tanggapi China, Akan Melaksanakan Keputusan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia – Co-Captain Tim Nasional Pemenangan Anies-Muhaimin (Timnas AMIN) Thomas Lembong bertekad pihaknya ingin mengurangi ketergantungan ekonomi terhadap suatu negara tertentu. Salah satunya ketergantungan dengan China, apabila memenangkan Pilpres 2024.

Thomas tak mau mengulangi kesalahan yang dibuat oleh banyak negara lain termasuk Jerman, yang mempunyai ketergantungan ekonomi cukup tinggi terhadap negeri panda.

Ia pun khawatir dengan ketergantungan yang cukup tinggi seperti saat ini, RI akan terkena dampak ketika ekonomi China mulai melemah. Misalnya mulai dari komponen ekspor impor.

“Bukan hanya ekspor, tapi banyak hal lain lah yang mereka juga tidak lagi seroyal dulu, mengucurkan kredit dalam jumlah besar, mereka sekarang juga harus menarik diri ya untuk menghemat keuangan mereka,” ujar Tom dalam program Your Money Your Vote CNBC Indonesia, seperti dikutip Minggu (7/1/2023).

“Akhirnya kita klepek-klepek gitu karena ketergantungan yang berlebihan pada satu mitra dagang saja ya, dominansi satu mitra dagang itu sangat bermasalah,” tambahnya.

Beberapa kalangan juga telah mengkonfirmasi bahwa setiap pelemahan 1% ekonomi China, akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah 0,3%-0,6%. Ini diantaranya pernah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan mantan Menteri Keuangan Chatib Basri.

Badan Pusat Statistik (BPS) pun mencatat, China masih menjadi negara pangsa ekspor terbesar Indonesia. Januari-November 2023, porsinya sebesar 25,49% dari total negara tujuan ekspor Indonesia. Di bawahnya pun negara-negara ASEAN yang porsinya 18,56%, baru Amerika Serikat 9,54%, India 8,31%, dan Uni Eropa 6,84%

Dari segi impor pun sama, Indonesia mayoritas mengimpor berbagai kebutuhannya dari China dengan porsi pangsa nilai impornya sebesar 33,31% pada periode Januari-November 2023. Di bawahnya ASEAN tanpa Thailand 11,2%, Jepang 8,92%, Uni Eropa 6,54%, dan Thailand 6,54%.

“Di saat yang sama, karena kita begitu pede dengan pertumbuhan ekspor kita ke Tiongkok, akhirnya kita berantem dengan Uni Eropa, soal sawit, soal nikel, padahal kita butuh diversifikasi, kita butuh banyak mitra dagang, jangan cuma satu,” tegas Tom.

Oleh sebab itu, Tom memastikan paslon AMIN akan mereformasi hubungan dengan mitra dagang tersebut melalui langkah-langkah yang sesuai dengan kepentingan nasional, dan kebutuhan untuk mendiversifikasi negara mitra ekonomi.

“Itu yang membuat kami mengkonsepkan yang namanya kebijakan berbasis nilai atau values based policy karena kita harus jelas apa nilai-nilai yang kita pegang teguh, apa norma-norma yang kita pegang teguh, itu yang harus menjadi kompas,” tutur Tom.

Tidak hanya Anies dan Cak Imin, rupayanya pasangan calon Ganjar Pranowo dan Mahfud MD juga memiliki pandangan sama. Anggota Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Sunarsip mengakui bahwa ekonomi Indonesia saat ini masih terlalu bergantung ke China. Karena itu, dia mengatakan Ganjar-Mahfud akan melakukan diversifikasi hubungan internasional.

“Kalau kita ingin kejar pertumbuhan ekonomi tinggi dan tentu tetap berkualitas dan menjaga pemerataan ekonomi tentu kita fokus pada kekuatan kita sambil melakukan diversifikasi, kalau konteks geopolitik dan hubungan internasional, kita harus melakukan diversifikasi hubungan internasional,” kata Sunarsip dalam program Your Money Your Vote bertajuk “Jurus Ekonomi Capres-Cawapres di Tengah Perang dan Ketidakpastian Global, dikutip Minggu (7/1/2024).

“Hari ini kita terlalu China-sentris. Kita tidak boleh China-sentris lagi, saya setuju itu karena itu juga nanti bisa ketergantungan,” kata dia.

Sunarsip mengatakan ekonomi yang bergantung pada suatu negara tidak baik untuk Indonesia. Dia menilai hal ini kerap berulang. Misalnya, pada saat masa Presiden Suharto. Menurut dia, di masa awal Orde Baru Indonesia terlalu bergantung pada Amerika Serikat.

Lalu, ketergantungan Indonesia itu beralih ke Jepang pada periode 1990an. “Yang namanya sentris tidak bagus. Dulu jaman Pak Harto awal membangun sangat Amerika-sentris. Di tahun 90-an itu sangat Jepang-sentris. Sekarang beralih ke China-sentris. Itu di mana-mana tidak bagus kalau pola seperti itu dikembangkan,” ungkapnya.

Maka itu, Sunarsip mengharapkan adanya diversifikasi dalam hubungan internasional Indonesia baik di bidang perdagangan, investasi dan sebagainya. Menurut dia, ada banyak komunitas dan organisasi global yang bisa didekati oleh Indonesia untuk menjalin hubungan bisnis.

Dia mencontohkan ada komunitas BRICS (Brazil, Rusia, India, China, South Africa). Menurut dia, organisasi multilateral ini mencakup 20% Produk Domestik Bruto Dunia. Selain itu, dia memberikan contoh komunitas ekonomi di Timur Tengah yang diisi oleh Arab Saudi, Qatar dan Uni Emirat Arab.

Dia bilang negara-negara Timur Tengah tengah keranjingan berinvestasi di energi baru terbarukan. Indonesia, kata dia, adalah negara yang memiliki banyak potensi energi hijau ini.

“Mereka itu punya orientasi investasi yang jadi kebutuhan kita juga, mereka ingin kembangkan pasar energinya dan kita juga butuh investor untuk mengembangkan energi kita, baik energi fosil atau energi baru terbarukan,” katanya.

Sunarsip meyakini Indonesia mempunyai berbagai potensi yang akan membuat negara lain tertarik untuk bekerja sama. Dia menilai perluasan hubungan dagang ini akan membuat ekonomi Indonesia lebih resilien terhadap ketidakpastian dunia.

“Jadi kami tetap punya prinsip yes kita punya tantangan, tapi kita punya benteng yang cukup kuat. Tinggal gimana kita manfaatkan ini untuk pembangunan,” tegasnya.

Source:
https://www.cnbcindonesia.com/news/20230107165718-4-313259/euforia-aminasi-tim-lembong-minta-tak-bergantung-ke-china