Siasat Menjegal Trauma Pascabencana – prabowo2024.net

by -138 Views

Trauma bisa terjadi pada setiap korban atau penyintas dari suatu kejadian bencana. Namun, tidak semua penyintas akan mengalami hal tersebut. Sejak aktivitas Gunung Merapi, Jawa Tengah, meningkat, Palupi Budi Aristya (Upi) (21 tahun) mengalami waswas yang mendalam. Ingatan akan peristiwa besar yang terjadi pada tahun 2010 membuatnya merasa takut ketika mendengar terdengar peristiwa tersebut. Pada waktu itu, Upi dan keluarganya harus mengungsi ketika letusan Merapi terbesar di era modern. Mereka harus meninggalkan rumah yang hancur dan berada di tengah suasana panik. Saat ini Upi dirundung oleh perasaan takut dan cemas karena aktivitas gunung meningkat, ditemani dengan suara letusan yang membuatnya panik.

Penyintas lain dari bencana gempa dan tsunami Aceh tahun 2004, Aris (27 tahun) juga mengalami trauma yang panjang dan sulit. Pengalaman traumatisnya membuatnya takut pada gelap dan laut. Namun, setelah mendapatkan pendampingan psikologis, Aris mulai bisa pulih dari fase traumatiknya.

Korban bencana seringkali mengalami fase stres dan frustasi akibat peristiwa luar biasa yang mereka alami. Namun, tidak semua korban bencana akan sampai pada fase tersebut. Kebanyakan korban bisa pulih seiring dengan membaiknya situasi pascabencana.

Menurut Praktisi Psikologi Kebencanaan, Wahyu Cahyono, dampak psikologis yang dirasakan setelah bencana adalah sesuatu yang wajar dalam situasi yang tidak normal. Namun, dukungan psikologis dan psikososial sangat penting dalam membantu korban mengelola dampak psikologis yang mereka alami. Para relawan juga memegang peran penting dalam memberikan dukungan psikologis awal kepada korban bencana.

Dukungan psikososial ini unik karena berbeda dengan bentuk dukungan pada umumnya yang muncul saat kejadian bencana. Relawan memberikan dukungan melalui kegiatan yang menyenangkan dan memberikan pembekalan kepada korban. Seperti misalnya, kegiatan bermain, pembiasaan doa, fun learning, game, permainan kelompok, sesi cerita, dan lain sebagainya.

Kegiatan pendampingan untuk korban bencana ini sekaligus menjadi observasi bagi para relawan. Jika ada korban yang mengalami gejala traumatik, mereka akan dilaporkan untuk mendapat penanganan lebih lanjut.

Penyematan istilah trauma, trauma healing pada upaya pendampingan korban bencana sebenarnya tidak tepat, karena ada prasyarat tertentu untuk menegakkan diagnosa seseorang mengalami trauma. Salah satunya adalah bahwa yang bersangkutan mengalami gejala minimal dalam rentang waktu satu bulan.

Dukungan psikologis awal, atau dukungan psikososial, ini memiliki peranan penting dalam menentukan apakah seseorang akan dengan cepat beradaptasi dengan keadaan atau malah tenggelam dalam kesedihan dan perasaan sendiri. Dukungan ini harus diupayakan dari dalam komunitas atau masyarakat yang mengalami bencana tersebut.

Dalam hal ini, relawan memegang peran penting dalam memberikan dukungan psikologis awal kepada korban bencana. Melalui kegiatan yang menyenangkan dan pembekalan kepada korban, para relawan bisa membantu korban mengelola dampak psikologis yang mereka alami akibat bencana.

Source link