Penyakit ekonomi Indonesia saat ini adalah mengalirnya kekayaan nasional ke luar negeri. Terlalu banyak hasil ekonomi Indonesia yang disimpan dan dimanfaatkan di luar negeri. Kekayaan bagi suatu bangsa seharusnya tetap berada di dalam negeri, namun hal ini tidak terjadi pada ekonomi Indonesia. Hal ini membuat kita semua, sebagai bangsa Indonesia, seakan-akan bekerja keras hanya untuk memperkaya bangsa lain.
Salah satu indikator yang menunjukkan fenomena ini adalah neraca perdagangan negara, dimana selama 17 tahun, total nilai ekspor Indonesia mencapai angka USD 1,9 triliun dan mengalami surplus. Namun, ada kebocoran ekspor akibat pembukuan yang tidak akurat, yang mencapai angka USD 38,5 miliar pada tahun 2016. Selain itu, banyak uang hasil keuntungan ekspor tidak tinggal di Indonesia, dengan Menteri Keuangan mencatat ada Rp. 11.400 triliun uang milik pengusaha dan perusahaan Indonesia yang disimpan di luar negeri.
Indikator lainnya adalah jumlah simpanan di bank-bank luar negeri milik orang Indonesia. Menurut Kementerian Keuangan, pada akhir 2016, ada Rp. 11.000 triliun kekayaan orang Indonesia yang disimpan di bank luar negeri. Jumlah ini lebih dari 5 kali APBN kita, yang jika ada di dalam negeri, bisa disalurkan untuk membiayai usaha-usaha Indonesia.
Selain itu, aset bank-bank Indonesia juga jauh kalah besar dibandingkan dengan bank-bank di negeri tetangga seperti Singapura, meskipun ekonomi Indonesia lebih besar. Sehingga, ada dugaan bahwa setidaknya USD 200 miliar dari total aset bank-bank di Singapura dimiliki oleh orang Indonesia.
Mengalirnya kekayaan nasional ke luar negeri ini sebenarnya sudah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Banyak uang hasil ekspor yang tidak kembali ke Indonesia, menyebabkan bank-bank di Indonesia tidak memiliki cukup uang untuk memberikan kredit yang bisa membangkitkan ekonomi Indonesia. Hal ini merupakan masalah sistemik yang perlu dihadapi.
Kondisi ini membutuhkan perhatian serius, agar kekayaan nasional dapat tetap berada di Indonesia untuk membangun dan memperkaya bangsa sendiri, bukan bangsa lain.