Our Difficult Choices and Struggles

by -131 Views
Our Difficult Choices and Struggles

Oleh: Prabowo Subianto, disadur dari “Strategi Transformasi Nasional: Menuju Indonesia Emas 2045,” halaman 223-227, edisi softcover keempat.

Bagi saya, terlibat dalam politik berarti mengorbankan—tenaga, waktu, dan emosi. Namun, tanpa terlibat dalam politik, tidak ada cara bagi saya untuk meningkatkan kehidupan banyak orang.

Memang, saya yakin bahwa perbaikan substansial dalam kehidupan warga negara kita tidak dapat dicapai hanya dengan keluhan dan kritik semata. Begitupun kita tidak dapat memperbaiki bangsa kita hanya dengan sekadar menjadi pengamat di pinggiran atau dengan menyalahkan tanpa tindakan.

Beberapa dari Anda yang membaca buku ini mungkin sudah terlibat dalam politik, atau setidaknya memahami dan peduli terhadap politik nasional kita. Beberapa mungkin tidak. Bagi mereka yang belum terlibat, saya menyerukan untuk merenungkan hal berikut.

Ada saat dalam hidup ketika kita harus membuat pilihan sulit. Apakah kita berdiri demi kebenaran, atau kita merestui kebohongan?

Apakah kita secara tegas mempertahankan integritas dan kemerdekaan negara kita serta nilai-nilai yang kita junjung tinggi? Atau, apakah kita tunduk pada godaan uang, menjual nilai-nilai, diri kita sendiri, identitas kita, dan martabat kita?

Pilihan-pilihan seperti ini sangat sulit.

Pada tahun 1945, para pemimpin kita dihadapkan pada dilemma semacam itu: mendeklarasikan kemerdekaan atau menunggu untuk diberikan oleh penjajah. Mereka yang menganjurkan untuk segera mendeklarasikan kemerdekaan menghadapi segalanya, termasuk nyawa mereka.

Pada malam 10 November 1945, masyarakat dan pemimpin Surabaya dihadapkan pada pilihan sulit: menyerahkan senjata mereka sesuai dengan tuntutan Inggris dengan batas waktu 9 November atau menghadapi serangan dari kekuatan global pada masa itu.

Bayangkan dampak terhadap kebanggaan nasional kita jika para pemimpin dan warga Surabaya menyerah. Bagaimana jika Gubernur Suryo, Bung Tomo, dan semua pemimpin Jawa Timur dan Surabaya tunduk pada tuntutan asing? Di mana martabat kita akan berdiri saat ini?

Krisis besar bangsa kita pada tahun 1965 juga menimbulkan pilihan yang nyata: mempertahankan Pancasila atau tunduk pada ideologi yang asing bagi negara kita, komunisme?

Sama halnya selama era Reformasi pada tahun 1998, banyak pemimpin kita dihadapkan pada pilihan sulit: mempertahankan sistem yang tidak demokratis atau dengan berani memperjuangkan reformasi dan demokrasi?

Selama 20 tahun perjalanan politik saya, saya selalu menyampaikan pesan yang terdapat dalam buku ini. Sepanjang jalan, banyak lawan telah berusaha mencemarkan nama saya, menggambarkan saya sebagai orang yang haus kekuasaan dan cenderung kekerasan.

Namun, setelah puluhan tahun, saya telah membuktikan komitmen saya pada perdamaian. Sebagai mantan prajurit yang telah menyaksikan perang dan korban-korban di dalamnya, yang telah melihat rekan-rekan jatuh dan harus memberi tahu keluarga mereka akan kematian mereka, saya selalu memilih jalur perdamaian. Fitnah yang dilontarkan kepada saya benar-benar tidak berdasar. Saya dituduh ingin menutup semua gereja di Indonesia, meskipun sebagian dari keluarga saya adalah Kristen. Di antara mereka yang dekat dengan saya—pengawal, ajudan, dan sekretaris—beberapa adalah Kristen.

Sebagai mantan prajurit TNI, saya bersumpah untuk mempertahankan semua warga Indonesia, tanpa memandang etnis, agama, atau ras. Saya telah mengorbankan nyawa saya, dan banyak bawahan saya dari berbagai latar belakang telah gugur di bawah komando saya.

Bagaimana mungkin saya mengkhianati sumpah saya dan melupakan pengorbanan bawahanku?

Saya juga diplesetkan sebagai anti-Tionghoa, meskipun selalu berdiri tegak untuk semua kelompok minoritas. Fitnah seperti ini adalah sisi buruk dari politik. Saya selalu mendorong teman-teman dan pendukung saya untuk tetap sabar dan tenang. Jangan merespon kebencian dengan kebencian, kejahatan dengan kejahatan, fitnah dengan fitnah. Meskipun kami tetap sabar, kita juga harus siap—secara mental, fisik, dan spiritual. Bagi Anda yang membaca buku ini, saya meminta Anda untuk merenungkan pendapat, sikap, dan respons Anda di tengah malam.

Saya bertanya-tanya apakah kita akan bersama-sama mempertahankan kebenaran atau tunduk pada kebohongan, penipuan, ketidakadilan?

Dan dalam hari-hari mendatang, setelah refleksi Anda, saya mengundang Anda untuk mengambil langkah-langkah untuk menghadapi masa depan. Saya telah memilih untuk berjuang secara konstitusional. Saya menolak untuk tunduk pada keadaan yang tidak adil dan salah. Saya percaya bahwa apa yang sedang dialami Indonesia saat ini sangat dipengaruhi oleh campur tangan asing. Beberapa negara ingin melihat Indonesia lemah, hancur, dan miskin.

Saya memiliki bukti kuat atas keterlibatan mereka. Namun, kita harus tetap tenang. Kita perlu bersabar dan percaya pada kekuatan kita sendiri.

Source link