Analisis Mendalam Mengenai Masalah Mineral Kritis dalam Konteks Geopolitik

by -135 Views
Analisis Mendalam Mengenai Masalah Mineral Kritis dalam Konteks Geopolitik

Jakarta, CNBC Indonesia – Saat ini, seluruh dunia sedang berlomba-lomba untuk mencari sumber daya mineral kritis seperti nikel, tembaga, emas, bauksit, timah, dan logam tanah jarang. Hal ini dikarenakan manfaat yang luar biasa dari komoditas mineral kritis tersebut, sehingga banyak negara yang berlomba-lomba untuk memperolehnya.

Sekarang, mineral kritis telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di era modern dan teknologi tinggi. Contohnya, mineral kritis digunakan sebagai bahan baku untuk baterai, telepon seluler, komputer, produk industri elektronik, serta pembangkit listrik berbasis energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTB).

Selain itu, sumber daya mineral kritis juga digunakan sebagai bahan baku untuk industri pertahanan dan kendaraan listrik. Oleh karena itu, Indonesia harus bersyukur karena memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, termasuk mineral kritis.

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia merupakan kontributor terbesar dalam produksi nikel di dunia dengan 40%. Cadangan timah Indonesia juga menduduki posisi kedua terbesar di dunia dengan produksi sebesar 40%. Selain itu, cadangan emas Indonesia berada di peringkat ke enam terbesar di dunia, cadangan tembaga di peringkat ke-10 terbesar di dunia, dan produksi tembaga di peringkat ke-7 dunia.

Belakangan ini, Badan Geologi Indonesia menemukan potensi lithium di Indonesia, terutama di daerah Bledug Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah. Namun, temuan ini masih memerlukan eksplorasi lebih lanjut untuk mengetahui tingkat ekonomis dari komoditas mineral kritis ini.

Meskipun Indonesia memiliki cadangan mineral yang melimpah, industri pertambangan menghadapi tantangan besar akibat isu geopolitik global dan lingkungan. Selain itu, kebijakan hilirisasi juga mendapat kritik dari berbagai pihak, termasuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Dana Moneter Internasional (IMF) karena Indonesia tidak lagi mengekspor bahan mineral mentah, tetapi harus dalam bentuk logam yang sudah diolah di dalam negeri.

WTO memenangkan gugatan dari Uni Eropa terkait kebijakan hilirisasi Indonesia pada tahun 2022. Namun, Indonesia mengajukan banding ke Badan Banding WTO pada Desember 2022.

Untuk membahas isu-isu terkait sumber daya mineral kritis, CNBC Indonesia akan menggelar MINDialogue Mining Outlook 2024 dengan tema “Critical Minerals in Geopolitcal Perspective” pada 20 Juni 2024 di Energy Building, Jakarta. Acara ini akan membahas berbagai persoalan terkait mineral kritis dari berbagai sudut pandang, mulai dari regulator pemerintah hingga pelaku usaha.

MINDialogue akan dibagi menjadi dua sesi panel diskusi yang akan dibuka oleh Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Keynote Speech.

Pada sesi panel pertama, pembicara akan diisi oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Jonathan Habjan dari Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, dan Nicolas Kanter dari PT Aneka Tambang Tbk.

Di sesi panel kedua, akan hadir Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID, Director Macquarie Group, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia.

Jangan lewatkan MINDialogue 2024 hanya di CNBC Indonesia TV dan CNBCIndonesia.com pada 20 Juni 2024 pukul 13.00-17.00. Acara ini didukung oleh Mining Industry Indonesia (MIND ID).

(adv/adv)