PRINCIPLES OF LEADERSHIP – prabowosubianto.com

by -78 Views
PRINCIPLES OF LEADERSHIP – prabowosubianto.com

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I: Pemimpin yang Teladan dari Angkatan Bersenjata Indonesia]

Para pembaca yang terhormat,

Jika kita mempelajari sejarah bangsa-bangsa, kita dapat belajar bahwa tidak ada perubahan signifikan yang terjadi tanpa didorong oleh perjuangan yang gigih. Seringkali, perjuangan ini berwujud konflik militer.

Demikian pula, Indonesia hanya bisa meraih kemerdekaannya karena adanya perjuangan yang gigih melibatkan para pendahulu Indonesia – perjuangan militer agung generasi ’45.

Sebuah perjuangan militer tidak akan berhasil tanpa adanya pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan teladan dan prinsip-prinsip militer yang telah diuji waktu. Pemimpin yang memimpin dengan teladan, pemimpin yang memimpin dari garis depan.

Saya melihat sikap tersebut ditunjukkan oleh para pemimpin saya, para mentor saya sepanjang karier saya di TNI. Beberapa di antara mereka adalah bagian dari generasi ’45 yang memerdekakan Indonesia dari kolonialisme Belanda.

Saya merujuk pada sikap pemimpin seperti Kolonel TNI (Purn.) Azwar Syam, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Himawan Soetanto, Jenderal TNI (Purn.) Abdul Haris Nasution, Mayjen TNI (Purn.) Mung Parahadimulyo, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Yogie Suardi Memet, Jenderal TNI (Purn.) Wismoyo Arismunandar, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Yunus Yosfiah, Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Fransiskus Xaverius Sudjasmin, Jenderal TNI (Purn.) H. M. Suharto, Mayjen TNI (Purn.) I Ketut Wirdana, Jenderal TNI (Purn.) Widjojo Sujono, Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Dr Aloysius Benedictus Mboi, Raden Panji Muhammad Nur, dan banyak lagi yang saya anggap sebagai mentor saya.

Saya juga merujuk pada sikap para pelatih-pejabat saya yang dahulu. Mereka telah membentuk dan membantu saya, termasuk Kapten Haruman dan Bintara Bayani.

Tanpa teladan ini, saya tidak akan berhasil memimpin operasi militer saat saya menjadi perwira TNI. Saya tidak akan berhasil setelah pensiun dari Angkatan Darat.

Selain mempelajari pelajaran dan keterampilan penting dari para pemimpin dan pelatih saya, selama saya di TNI, saya juga meluangkan waktu untuk membaca cerita kepemimpinan para pejuang kemerdekaan kita dan pemimpin dunia lainnya.

Kita dapat banyak belajar dari kepemimpinan Gadjah Mada, Raden Wijaya, Malahayati, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, Gubernur Suryo, Jenderal Sudirman, Robert Wolter Mongisidi, dan banyak tokoh nasional lainnya yang berjuang dengan gigih untuk bangsa Indonesia.

Ada juga banyak yang bisa kita pelajari dari ketekunan Aleksander Agung, Julius Caesar, Adipati Wellington, Mustafa Kemal Atatürk, Deng Xiaoping, Emiliano Zapata, dan tokoh militer dunia lainnya yang berhasil memimpin pasukan dan negara mereka melalui pertempuran-pertempuran besar.

Selama bertahun-tahun, saya telah membagikan kisah-kisah sikap pemimpin militer sukses: para senior saya, instruktur saya, dan tokoh nasional dan dunia dalam ceramah saya di Padepokan Garudayaksa, sebuah pusat pembelajaran yang saya bangun di Hambalang, dan belakangan ini dalam kursus-kursus saya di Universitas Pertahanan Indonesia (UNHAN).

Namun, saya tahu bahwa untuk membangun kesadaran di kalangan generasi baru kepemimpinan TNI dan kepemimpinan nasional, hanya dengan memberikan ceramah tentang sikap pemimpin militer sukses tidaklah cukup.

Oleh karena itu, dengan menulis buku ini, saya membagikan pengalaman dan pengetahuan saya kepada audiens yang lebih luas. Saya harap semakin banyak orang akan mendapat manfaat dari apa yang telah saya pelajari dari tokoh-tokoh seperti Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Fransiskus Xaverius Sudjasmin, Jenderal TNI (Purn.) H. M. Suharto, Mayjen TNI (Purn.) I Ketut Wirdana, Jenderal TNI (Purn.) Widjojo Sujono, dan individu-individu teladan lainnya yang bukan hanya pemimpin TNI yang hebat tetapi juga negarawan yang patut diacungi jempol.

Selain belajar dari para senior saya, saya juga banyak belajar dari rekan sejawat dan bawahan saya. Di antara mereka adalah Mayjen TNI (Purn.) Glenny Kairupan, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Sjafrie Sjamsoeddin, Mayjen TNI (Purn.) Suhartono Suratman, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Johannes Suryo Prabowo, Kapten TNI Posthumous Sudaryanto, dan Letnan Satu TNI Posthumous Siprianus Gebo.

Selain dari nama-nama bawahan saya yang telah saya sebutkan di atas, ada banyak lagi yang membedakan diri. Misalnya, rekan-rekan saya di Akademi Militer (AKABRI) angkatan ’74: Brigadir Jenderal TNI Harry Pysand, Mayjen TNI (Purn.) Mahidin Simbolon, dan Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Endang Nugiri. Mereka semua menonjol dalam bidang operasi. Saya melihat mereka dalam VC (kontak tembakan). Mereka adalah contoh keberanian dan pengorbanan. Terkadang mereka bahkan terlalu berani. Beberapa rekan sejawat dan bawahan saya ditembak musuh karena keberanian mereka.

Beberapa bawahan saya yang lain juga menonjol dalam pertempuran: Kapten CDM TNI (Purn.) Dr Boyke Setiawan sering kali bergabung dengan saya di medan perang, Kolonel Infanteri TNI Posthumous Adel Gustimego (’78), Mayjen TNI (Purn.) Chairawan Kadarsyah Kadirussalam Nusyirwan (’80), Mayjen TNI (Purn.) Musa Bangun (’83), Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Taufik Hidayat (’83), Kolonel TNI (Purn.) Sugeng Rahardjo, dan Mayjen TNI (Purn.) Meris Wiryadi (’83).

Saya juga ingin menyebutkan Mayjen Surawahadi, komandan peleton saya ketika dia masih Letnan Dua. Dia sangat tajam. Begitu dia melihat musuh, dia akan terus mengejar mereka meskipun usahanya memakan waktu berhari-hari.

Juga, bawahan-bawahan saya yang sangat berprestasi di tahun lulusan ’87: Mayjen TNI Marga Taufiq (’87), Jenderal TNI Andika Perkasa, yang sekarang menjadi Panglima TNI, Letnan Jenderal TNI Muhammad Herindra, yang sekarang menjadi Wakil Menteri Pertahanan, Letnan Jenderal TNI Ida Bagus Purwalaksana yang sebelumnya Panglima Batalyon 328, Panglima Brigadir 17, sekarang menjadi Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan. Ida Bagus sekarang bekerja bersama saya setelah terpisah puluhan tahun.

Memang, jika saya harus menulis tentang mereka secara detail, saya tidak akan pernah selesai menulis buku ini. Mungkin dalam buku berikutnya, saya akan menceritakan tentang mereka. Saya juga mengingat kembali catatan saya tentang banyak perwira dan prajurit yang telah bertugas bersama saya. Dalam buku mendatang, saya akan memperkenalkan mereka kepada Anda. Buku ini sudah lebih dari 500 halaman. Saya harap sikap dan kualitas kepemimpinan yang digambarkan dalam buku ini dapat meningkatkan kesadaran saling membangun demi perjuangan kita dalam membangun Indonesia yang kuat, dihormati, dan makmur.

Terima kasih.

Source link