LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [BRIGADIER GENERAL TNI POSTHUMOUS SLAMET RIYADI]

by -39 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I]

Di medan perang, Slamet Riyadi selalu berada di depan pasukannya. Slamet Riyadi, dengan pasukan yang terkenal dan legendaris, selalu mampu menjaga langkah dengan pasukan Belanda. Slamet Riyadi membuktikan bahwa TNI dan Republik Indonesia mampu menyerang pusat kekuasaan Belanda, termasuk Surakarta (Solo), yang dipertahankan dengan senjata berat, artileri, pasukan infanteri, dan komandan yang baik.

Letnan Kolonel Slamet Riyadi telah membuktikan kepada generasi pemimpin TNI berikutnya bahwa ia adalah seorang pemimpin yang selalu memimpin dari garis depan. Ia selalu hadir di tempat dan waktu yang paling kritis, mengontrol situasi secara langsung dan memberikan contoh. Ia tidak gentar di hadapan bahaya apapun, dan ia mengorbankan nyawanya untuk kemuliaan Indonesia dan TNI.

Pada usia yang masih sangat muda, Ignatius Slamet Riyadi, lahir pada 26 Juli 1927, membentuk pasukan gerilya untuk mendukung proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Ia telah bertempur sejak zaman kolonial Jepang. Pada awal pendudukan Jepang, Slamet Riyadi, yang berasal dari Solo, diikutsertakan dalam Akademi Marinir Pemerintah Militer Jepang di Jakarta.

Pada suatu kesempatan, ia bertemu dengan sesama nasionalis yang merencanakan untuk mengusir Jepang. Ketika Jepang akhirnya kalah dalam Perang Dunia II, Slamet Riyadi mengajak rekannya pelaut untuk mengambil senjata. Mereka bahkan berhasil menguasai sebuah kapal Jepang.

Setelah itu, Slamet Riyadi kembali ke Solo dan mengumpulkan para pemuda bekas anggota pasukan bersenjata yang diorganisir oleh Jepang seperti PETA, Heiho, Kaigun untuk mendukung perjuangan Rakyat Solo melawan pasukan Belanda yang mencoba merekolonisasi Indonesia.

Slamet Riyadi secara langsung terlibat dalam berbagai pertempuran melawan Belanda dalam perjuangannya, termasuk selama Agresi Militer Belanda pertama dan kedua. Slamet Riyadi memimpin pasukan di beberapa wilayah di Jawa Tengah, termasuk di Ambarawa dan Semarang.

Di medan perang, Slamet Riyadi selalu berada di depan pasukannya. Slamet Riyadi, dengan pasukan yang terkenal dan legendarisnya, selalu mampu menahan serangan pasukan Belanda. Ia membuktikan bahwa TNI dan Republik Indonesia mampu menyerang pusat kekuasaan Belanda, termasuk Surakarta, yang pada saat itu dipertahankan dengan artileri, pasukan infanteri, dan komando.

Slamet Riyadi, dengan pangkat Letnan Kolonel, adalah seorang prajurit yang memimpin Serangan Umum Solo pada 7-10 Agustus 1949. Serangan itu, juga dikenal sebagai Serangan Umum Empat Hari, dilakukan sebelum gencatan senjata dilaksanakan untuk menunjukkan kekuatan TNI dalam mengusir Belanda dari negeri ini. Untuk serangan yang sukses, Slamet Riyadi diberi wewenang atas Surakarta oleh Belanda melalui perintah mayor jenderal F. Mollinger.

Perjuangan Slamet Riyadi tidak berhenti di situ. Slamet Riyadi juga dikirim ke Jawa Barat untuk melawan Legiun Ratu Adil (APRA), yang dibentuk oleh Kapten KNIL DST Raymond Westerling mantan Angkatan Khusus Tentara Kolonial Belanda pada Januari 1950 di Bandung.

Setelah pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia pada akhir Desember 1949, Slamet Riyadi dikirim ke Ambon untuk menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) pada 10 Juli 1950.

Dalam operasi penangkapan Dr. Soumokil, pemimpin RMS, Slamet Riyadi dipercayakan oleh pimpinan TNI sebagai Komandan operasi untuk memimpin serangan ke Ambon.

Angkatan TNI berhasil menguasai sebagian besar Kota Ambon melalui pertempuran sengit kecuali beberapa posisi strategis, termasuk Benteng Victoria yang sangat dipertahankan. Pada saat itu, pasukan pemberontak diperkuat oleh mantan tentara Pasukan Khusus kolonial Belanda biasa disebut ‘Topi Merah’ dan ‘Topi Hijau’, yang memiliki kemampuan dan pengalaman untuk menggagalkan serangan TNI dengan efisiensi yang lebih tinggi.

Akhirnya, Benteng Victoria berhasil direbut. Namun dalam pertempuran sengit di gerbang benteng, Slamet Riyadi, yang selalu berada di garis depan memimpin pasukannya, terkena peluru pemberontak saat memberikan isyarat kepada para prajuritnya. Meskipun mendapatkan perawatan medis, ia meninggal pukul 21:45 pada 4 November 1950. Slamet Riyadi dinaikkan pangkat secara anumerta menjadi Brigadir Jenderal.

Brigadir Jenderal Slamet Riyadi secara anumerta telah membuktikan kepada generasi pemimpin TNI berikutnya bahwa ia adalah seorang pemimpin yang selalu berjuang di garis depan bersama para prajuritnya. Dia selalu hadir di tempat dan waktu yang paling kritis, mengontrol situasi di lapangan, dan memberikan contoh. Dia tidak gentar di hadapan bahaya dan kehilangan nyawanya untuk kemuliaan Indonesia dan TNI.

Source link