Produksi minyak Indonesia saat ini mengalami penurunan drastis jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun 1997. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pada tahun tersebut, Indonesia mampu memproduksi sekitar 1,6 juta barel minyak per hari dengan tingkat konsumsi yang hanya sekitar 600 hingga 700 ribu barel per hari. Hal ini memungkinkan Indonesia untuk mengekspor sekitar 1 juta barel per hari dan memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara.
Namun, pada tahun 2023, produksi minyak RI turun menjadi 605,5 ribu barel per hari sedangkan tingkat konsumsinya meningkat hingga 1,6 juta barel per hari. Hal tersebut menyebabkan Indonesia kini harus mengimpor sekitar 1 juta barel minyak per hari, suatu kebalikan dari kondisi pada tahun 1996-1997.
Bahkan, produksi minyak Indonesia terus menurun hingga akhir tahun 2024, jauh dari target yang ditetapkan pemerintah. Data Kementerian ESDM mencatat produksi minyak per 28 Desember 2024 hanya mencapai 601.910 barel per hari, lebih rendah dari target 635 ribu barel per hari.
Hal ini mengindikasikan bahwa produksi minyak Indonesia saat ini kembali ke kondisi awal-awal di mana produksi minyak hanya mencapai level 400 ribuan barel per hari sebelum tahun 1968. Sebaliknya, produksi gas bumi terus meningkat dan per 28 Desember 2024 sudah melampaui target yang ditetapkan, mencapai 7.050 juta standar kaki kubik per hari.
Dengan kondisi ini, Indonesia kesulitan mencapai target produksi minyak yang telah ditetapkan dan harus memperhatikan strategi untuk mengatasi penurunan produksi yang terus terjadi. Jelas bahwa sektor energi harus menjadi fokus utama dalam pembangunan negara untuk menghadapi tantangan produksi minyak yang semakin menurun.