Tarif Impor Sawit RI Naik 32% karena Kebijakan Trump: Dampaknya?

Kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, akan berdampak signifikan bagi Indonesia, terutama terkait dengan ekspor produk seperti minyak sawit (CPO). Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan petani dan pelaku industri sawit di Indonesia mengingat adanya bea masuk sebesar 32% yang diberlakukan. Sejumlah pihak, termasuk Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), melihat langkah Trump sebagai bagian dari strategi yang lebih kompleks terkait kepatuhan negara terhadap regulasi dan jejak produksi. Data dari SPKS menunjukkan bahwa ekspor CPO Indonesia ke AS sudah mengalami penurunan sejak kebijakan tarif ini mulai diterapkan.

Selain dampak dari kebijakan tarif Trump, pemerintah Indonesia juga memberlakukan tarif ekspor seperti Pungutan Ekspor (PE) dan tarif Bea Keluar (BK) untuk sawit. Hal ini menyebabkan ketidakpastian di kalangan petani dan pelaku usaha sawit di tengah pasar global yang semakin sempit. Mansuetus Darto dari SPKS menekankan bahwa solusi jangka panjang tidak hanya melibatkan kebijakan efisiensi semata, namun juga perlunya upaya untuk memastikan keberlanjutan produksi dan kesejahteraan petani sawit di Indonesia. Ia juga menyoroti pentingnya penguatan regulasi dan tata kelola sektor sawit di dalam negeri untuk menghindari permasalahan seperti korupsi dan tumpang tindihnya kewenangan di beberapa kementerian terkait.

Darto juga menyoroti urgensi untuk melobi pasar baru dan mematuhi standar keberlanjutan global seperti European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang akan berlaku mulai 2026. Upaya pemerintah dalam menurunkan tarif ekspor serta membangun lembaga sawit nasional yang independen juga menjadi sorotan penting dalam menghadapi dampak kebijakan tarif impor yang diberlakukan AS. Dalam menghadapi tantangan ini, Darto mengingatkan bahwa efektivitas dan kesiapan dalam mengelola sektor sawit menjadi kunci utama untuk menjaga masa depan industri sawit Indonesia.

Source link