Max Verstappen telah menjadi sorotan dalam dunia F1 selama empat tahun terakhir dengan berbagai prestasi gemilangnya. Berbagai aksinya di lintasan, mulai dari manuver menyalip yang mustahil hingga pole position yang tidak terduga, telah menunjukkan bakat luar biasa yang dimilikinya dalam balapan. Namun, di balik kehebatannya itu, terdapat sisi gelap yang sering kali terabaikan oleh sebagian orang.
Pada sebuah perlombaan di Barcelona, Verstappen memperlambat laju mobilnya untuk merengkuh insinyur tim yang terinspirasi George Russell melampaui tikungan, sebelum kembali meningkatkan kecepatan dan menabraknya. Tindakan ini dianggap disengaja oleh sebagian orang, namun penalti yang dijatuhkan kepadanya tidak sebanding dengan kesalahan yang dilakukannya. Hal ini menunjukkan ketidakkonsistenan dalam memperlakukan perilaku tidak sportif di lintasan.
Kejadian serupa pernah terjadi di GP Arab Saudi dan GP Brasil 2021, di mana Verstappen terlibat dalam tindakan yang bertentangan dengan semangat olahraga motor yang seharusnya dijunjung tinggi. Meskipun beberapa tindakannya dianggap sebagai bagian dari semangat juangnya untuk menang, namun tidak dapat dipungkiri bahwa tindakan tidak sportif yang sering kali dilakukannya mengundang tanya dan kritik.
Para penyelenggara balapan juga terlihat tidak konsisten dalam memberikan sanksi kepada Verstappen. Di Monako, Russell dijatuhkan hukuman berat atas aksi memotong chicane, sementara Verstappen hanya dikenakan sanksi standar. Ini memunculkan pertanyaan akan konsistensi dan ketegasan dalam menerapkan aturan dan sanksi di F1.
Masalah perilaku Verstappen ini menjadi perhatian serius, terutama karena kesadaran dirinya yang kuat terhadap kekuatan dan keunggulannya. Dalam beberapa insiden, Verstappen terlihat memanfaatkan celah dalam sistem untuk kepentingan dirinya sendiri. Perilaku ini perlu dievaluasi secara serius demi menjaga sportivitas dan integritas olahraga balap Formula 1.