Tentara Israel mulai mengirim puluhan tank ke Gaza selatan sebagai bagian dari perluasan tindakan terhadap Hamas meskipun ada kekhawatiran global atas meningkatnya kematian warga sipil.
Beberapa minggu setelah Israel mengerahkan pasukan darat di bagian utara Jalur Gaza, tentara Israel telah menyebarkan selebaran di bagian selatan, yang meminta warga Palestina untuk melarikan diri ke daerah lain.
Adapun Israel telah berjanji untuk menghancurkan Hamas sebagai pembalasan atas serangan kelompok militan tersebut pada 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan diculiknya 240 orang sebagai sandera.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mengatakan hampir 15.900 orang telah tewas di wilayah tersebut, sekitar 70% di antaranya adalah wanita dan anak-anak, selama pemboman udara, artileri, dan angkatan laut Israel yang tiada henti bersamaan dengan operasi daratnya.
Jumlah korban tersebut telah memicu kekhawatiran global dan demonstrasi massal.
Tank, pengangkut personel lapis baja, dan buldoser terlihat pada Senin di dekat kota Khan Yunis di Gaza selatan, yang dipenuhi pengungsi Palestina.
Sementara itu, di pintu masuk rumah sakit Nasser di kota yang ramai, ambulans dan mobil pribadi mengantarkan para korban yang dalam keadaan linglung, berlumuran darah, dan tertutup debu.
Berharap untuk melarikan diri dari pengeboman, yang lain terus bergerak lebih jauh ke selatan. Namun, serangan udara terus mengikuti mereka hingga ke perbatasan selatan.
Kesaksian Warga
Amin Abu Hawli (59) mengatakan kendaraan Israel berada dua kilometer di dalam Gaza di desa Al-Qarara, sementara Moaz Mohammed (34) mengatakan tank Israel bergerak di jalan raya utama utara-selatan di jalur tersebut.
Militer berusaha memotong jalan antara Deir al-Balah di Gaza tengah dan Khan Yunis, “menembakkan peluru dan tank ke arah mobil dan orang-orang yang mencoba melewati daerah tersebut,” kata Mohammed.
Tentara mengatakan mereka mengambil tindakan “agresif” terhadap “Hamas dan organisasi teroris lainnya” di Khan Yunis, dan memperingatkan bahwa jalan utama di utara dan timur kota “merupakan medan perang”.
Walaa Abu Libda menemukan tempat berlindung di rumah sakit Al-Aqsa Deir al-Balah tetapi mengatakan putrinya yang berusia empat tahun masih terjebak di bawah reruntuhan.
“Saya tidak tahu apakah dia hidup atau mati,” kata Libda, salah satu dari sekitar 1,8 juta orang yang mengungsi di Gaza – sekitar tiga perempat dari populasi.
“Seperti Gempa Bumi”
Di kota Rafah di Gaza selatan, Abu Jahar al-Hajj mengatakan serangan udara di dekat rumahnya terasa “seperti gempa bumi”.
“Potongan beton mulai menimpa kami,” katanya.
Presiden Komite Internasional Palang Merah Mirjana Spoljaric, yang mengunjungi Gaza, menggambarkan penderitaan yang dialaminya sebagai hal yang “tidak dapat ditoleransi”.
Kondisi makin memburuk pada hari Senin dengan semua layanan seluler dan telepon di seluruh Gaza terputus “karena terputusnya rute serat utama dari pihak Israel,” kata perusahaan Paltel.
Warga Gaza sudah kekurangan makanan, air, dan kebutuhan penting lainnya termasuk bahan bakar.
Sekutu Israel, Amerika Serikat, telah meminta Israel untuk membiarkan lebih banyak bahan bakar masuk.
Seruan Evakuasi
AS mengintensifkan seruan untuk melindungi warga sipil Gaza, dan juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller menyuarakan pujian atas tindakan Israel ketika kampanye mereka meluas di wilayah selatan.
“Kami telah melihat permintaan evakuasi yang lebih tepat sasaran dibandingkan kampanye sebelumnya di wilayah utara,” katanya. “Jadi ini merupakan perbaikan dari apa yang terjadi sebelumnya.”
Israel mengatakan bahwa mereka tidak berusaha memaksa warga sipil Palestina untuk meninggalkan rumah mereka secara permanen.
“Kami telah meminta warga sipil untuk mengevakuasi medan perang dan kami telah menyediakan zona kemanusiaan di dalam Jalur Gaza,” kata juru bicara militer Jonathan Conricus, merujuk pada wilayah pesisir kecil di wilayah tersebut yang bernama Al-Mawasi.
Adapun setiap usulan mengenai pembubaran warga Palestina sangat kontroversial di dunia Arab karena perang yang berujung pada berdirinya negara Israel 75 tahun lalu telah memicu eksodus atau pengungsian paksa 760.000 warga Palestina.
Kekacauan Meningkat
Di PBB pada Senin, perwakilan Israel dan Palestina saling bertukar tuduhan “genosida” atas perang tersebut, dan kedua belah pihak menuntut tanggapan internasional.
Sementara itu, karena kekhawatiran akan terjadinya kekacauan regional yang lebih luas, tentara Israel mengatakan mereka telah melancarkan serangan artileri sebagai tanggapan terhadap tembakan lintas batas dari Lebanon dan jet tempurnya mengenai sasaran yang terkait dengan kelompok militan Hizbullah Lebanon yang didukung Iran.
Tepi Barat yang diduduki Israel juga mengalami peningkatan kekerasan, dengan lebih dari 250 warga Palestina tewas di sana sejak perang dimulai.
Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina mengatakan pada Senin bahwa dua orang lagi ditembak mati dalam serangan Israel di kota Qalqilya, dan orang ketiga di kamp pengungsi Qalandia, sementara dua orang tewas di dekat Hebron.
[Gambas:Video CNBC]