Pekerja di Indonesia mulai menerima Tunjangan Hari Raya (THR) minggu ini. Pemerintah telah menetapkan bahwa THR bagi pegawai swasta harus dibagikan mulai H-7 Lebaran, sementara THR bagi ASN telah dibagikan lebih awal, yaitu H-10 Lebaran.
Dengan pembagian THR ini, masyarakat mulai berbelanja kebutuhan Lebaran seperti sandang dan pangan. Namun, tidak banyak yang mengetahui asal muasal pembagian THR di Indonesia.
Dalam kasus Jakarta, pada tahun 1950-an, harga bahan pokok di ibu kota negara melonjak hingga 325% dari harga awal di tahun 1950. Kelompok yang sangat terdampak adalah kaum buruh yang kerap diupah rendah dan berada dalam kondisi genting karena tidak mampu membeli bahan pokok.
Saat lebaran tiba, harga bahan pokok semakin melonjak namun penghasilan para buruh tidak bertambah, sehingga mereka kesulitan. Hal ini kemudian melahirkan kebijakan THR, di mana perusahaan diwajibkan memberikan pendapatan ganda di luar penghasilan bulanan.
Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) kemudian menuntut pemerintah membuat kebijakan resmi terkait pemberian THR untuk membantu para buruh yang kesulitan menjelang Lebaran.
Pada tahun 1954, pemerintah mengeluarkan dua kebijakan terkait THR. Pertama, perusahaan harus memberikan “Hadiah Lebaran” kepada para buruh. Kedua, PNS bisa mendapat pinjaman dari pemerintah melalui Persekot Hari Raya.
Pada tahun 1961, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perburuhan No.1/1961 yang mewajibkan seluruh perusahaan memberikan THR kepada para buruh. Berkat perjuangan para buruh, kini para pekerja di Indonesia bisa mendapat THR menjelang Idul Fitri.