SiwinduMedia.com – Meskipun hanya bersifat sementara, namun posisi Penjabat (Pj) Bupati/Walikota dan Pj Gubernur cukup menjanjikan serta menentukan dalam rumusan dan pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah.
Di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, saat ini posisi Pj Bupati dipegang Dr Drs H Raden Iip Hidajat MPd. Kepala Badan Kesbangpol Jabar ini sudah memegang jabatan strategis tersebut selama sekitar setengah tahun.
Kepemimpinan sementara Iip Hidajat di Kabupaten Kuningan, ternyata tidak berjalan mulus-mulus saja. Berbagai kritikan dari banyak kalangan masyarakat kini mulai bermunculan, terutama terkait sejumlah kebijakan kontroversial yang dibuatnya bersama Sekda Dr H Dian Rachmat Yanuar MSi.
Ketua LSM Frontal Uha Juhana, menyoroti sejumlah poin yang terjadi di Pemerintahan Kabupaten Kuningan dibawah kepemimpinan Pj Bupati Iip Hidajat saat ini. Menurut Uha, jarang sekali terjadi perubahan di sebuah negara atau daerah, jika dilakukan melalui gerakan partai tanpa adanya dukungan nyata dari gerakan massa atau people power.
Sejarah gerakan perubahan di Indonesia kata Uha, tidak pernah dilakukan oleh partai, kecuali ditekan gerakan civil society yang dimotori oleh kaum terpelajar/intelektual/aktivis pergerakan sosial politik. Faktanya bahwa perubahan yang terjadi di Indonesia dalam berbagai lini sepanjang sejarah negeri ini bisa terjadi melalui gerakan yang dimotori oleh kaum intelektual.
Disebutkan Uha, pada tahun 2024 ini Kabupaten Kuningan genap akan berusia 526 tahun. Mestinya sebuah usia yang sudah matang dalam mewujudkan cita-cita masyarakat Kuningan yang adil makmur dan sejahtera. Ironisnya meskipun mayoritas rakyat Kuningan merasakan kesulitan dan kemelaratan hidup yang mengakar, gerakan perubahan sulit untuk dilakukan karena para intelektual/aktivis dan tokoh masyarakatnya diam saja, tidak ada yang berani bersuara satu pun alias pengecut.
“Raden Iip Hidajat sudah 6 bulan menjabat atau tepatnya dilantik pada tanggal 4 Desember 2023 sebagai Pj Bupati Kuningan. Harapan besar akan terciptanya masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera jauh panggang dari pada api,” kata Uha, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/6/2024).
Kabar yang muncul ke permukaan bukannya prestasi, tapi menurut Uha, justru muncul beberapa catatan kegagalan dalam kepemimpinan Raden Iip Hidajat di Kuningan. Diantaranya, APBD Kuningan tahun 2024 defisit dan mempunyai utang sebesar Rp271 miliar sesuai dengan hasil laporan dari pemeriksaan BPK, setelah sebelumnya pada tahun 2023 mengalami skandal memilukan gagal bayar APBD Kuningan dengan nilai fantastis mencapai Rp245 miliar rupiah.
“Ini jelas memperlihatkan ketidakmampuan dalam mengelola pemerintahan dan keuangan daerah yang berakibat fatal pada stagnannya pembangunan di Kuningan. Mestinya mereka belajar terhadap kebijakan salah kaprah yang pernah diambil oleh pemerintah Kabupaten Kuningan sebelumnya, dimana para pejabat pemilik kewenangan anggaran dari pihak eksekutif terlalu ceroboh dalam mengambil kebijakan, ditambah lagi fungsi pengawasan DPRD-nya mandul,” sebut Uha.
Berikutnya yang disoroti Uha, yakni soal Kabupaten Kuningan termasuk daerah di Jawa Barat yang penduduknya masuk ke dalam kategori Miskin Ekstrem. Ini bisa dipahami karena tidak adanya program dan kegiatan dalam APBD Kuningan selama Pj Bupati Kuningan Iip Hidajat menjabat yang benar-benar menyentuh urusan wajib rakyatnya. Sehingga tidak heran apabila berdasarkan data dari BPS bahwa di Kabupaten Kuningan saat ini angka kemiskinan sebesar 140 ribu jiwa tertinggi di Jawa Barat, angka pengangguran terbukanya 52 ribu jiwa dan kasus stunting yang naik mencapai 19,4% tentu sangat menyedihkan.
Uha juga menyoroti tentang penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL) Jalan Siliwangi dan Sekitarnya di Kabupaten Kuningan yang menjadi polemik hebat di masyarakat. Keberadaan dan kondisi para PKL yang telah dipindahkan ke kompleks Puspa Siliwangi dan Langlangbuana saat ini, menurut Uha sangatlah menyedihkan. Selain berdampak pada sepinya pembeli juga mengakibatkan penurunan omset yang sangat tajam.
“Membuat kebijakan adalah ranah pemangku kepentingan. Namun seharusnya kebijakan yang dibuat hendaklah berdasarkan pada kajian yang matang dan benar-benar ditujukan untuk kepentingan rakyat,” kritik Uha.
Kemudian, Uha juga menyoroti soal anggaran Setda untuk tahun 2024 pada saat pengesahan APBD Kuningan nilai awalnya hanya Rp49.669.319.132. Ketika ada proses refocusing nilainya malah melonjak, yakni pada perubahan pertama Rp77.515.095.172 dan semakin membengkak lagi jumlahnya diperubahan kedua menjadi Rp81.360.095.172.
“Luar biasa bertambah sebesar 30 miliar atau 60% dari pagu anggaran semula atau naik hampir dua kali lipatnya. Pertanyaan besarnya dipakai untuk apa anggaran yang digunakan oleh Setda Kuningan yang mencapai Rp81 miliar itu? Masa tidak ada Bupati dan Wakil Bupati definitif anggarannya naik tinggi sekali, karena mestinya secara logika seharusnya turun drastis,” tanya Uha.
Dalam isi Buku Alokasi dan Rangkuman Kebijakan Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2024 dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk Provinsi Jawa Barat yang ditandatangani pada 22 November 2023 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, lanjut Uha, disebutkan untuk Kabupaten Kuningan mendapatkan transfer daerah sebesar total Rp2,238 triliun lebih.
Di dalamnya terdapat alokasi anggaran untuk Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp1,195 triliun lebih yang dibagi dua ketentuannya menjadi DAU tidak ditentukan penggunaannya Rp1.101.093.089.000 dan DAU ditentukan penggunaannya Rp94.665.424.000. Dialokasikan untuk belanja penggajian Formasi PPPK Rp1.072.467.000, pendanaan Kelurahan Rp3.000.000.000, Bidang Pendidikan Rp46.440.714.000, Bidang Kesehatan Rp25.126.648.000, serta Bidang Pekerjaan Umum Rp19.025.595.000.
“Aneh bin ajaibnya pada saat dilakukan konfirmasi kepada pihak SKPD pengguna anggaran mulai dari Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas PUTR dan Pimpinan DPRD Kuningan, tidak ada seorangpun yang mengetahui anggaran tersebut dan dipakai untuk apa saja penggunaannya. Mereka semua kompak menunjuk hidung bahwa hanya Pimpinan Daerah (Pimda) dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang mengetahui dan membahasnya,” tutur Uha.
“Padahal kita semua tahu bahwa proses dalam penetapan serta pengesahan APBD itu harus berdasarkan hasil pembahasan dan persetujuan bersama antara pihak Pemerintah Daerah dengan DPRD Kuningan,” imbuhnya.
Uha menyebut bahwa Pimda Kuningan tidak sadar bahwa Pemerintah Pusat melalui Menteri Keuangan bisa memberikan sanksi berupa penundaan penyerahan Dana Alokasi Umum (DAU) di luar untuk gaji rutin. Atau malah mungkin ingin dijadikan sampel penegakan hukum oleh KPK.
Kemudian, Uha mengungkapkan Terkait didapati adanya anomali di era kepemimpinan Pj Bupati Kuningan saat ini, dimana dalam pembahasan APBD untuk internal, ternyata diluar TAPD yang resmi mereka membentuk sendiri Panitia Ad Hoc atau dikenal dengan istilah nama Tim 9. Dimotori oleh Asda II dan secara teknis bekerjanya seperti negara dalam negara. Tidak mempunyai SK dan landasan dasar hukum (pemerintahan kacau). Jelas ini kesalahan fatal kebijakan perencanaan dari pemangku daerah.
Di berbagai forum pimpinan tinggi, disebutkan Uha, pemerintah daerah selalu menyampaikan bahwa kondisi Kabupaten Kuningan sedang tidak baik-baik saja. Akan tetapi pada realitanya tidak pernah ada komitmen dan keseriusan untuk menjalankan fungsi APBD dengan baik dan benar. Kuningan tidak seindah pemandangan gunung Ciremai kalau dibalik itu masih terdapat keresahan dan kecemasan dari 13% masyarakat Kuningan yang saat ini sedang menderita kemiskinan dan sulit untuk bertahan hidup.
“Kondisi tersebut tentu sangat memprihatinkan kita semua. Apalagi sudah menjadi rahasia umum dikala rakyatnya hidup miskin melarat, para pejabat Kuningan malah sibuk berbisnis dan hidup kaya raya bergelimang harta,” tuding Uha.
Pengawasan DPRD Kuningan yang mestinya berfungsi dengan baik dan melakukan evaluasi setiap bulannya, masih kata Uha, ternyata tidak berjalan. Yang pasti takkan bisa partai-partai apalagi anggota DPRD yang terhormat memotori perubahan di Kabupaten Kuningan.
“Untuk itu, kami meminta kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk mencopot Pj Bupati Kuningan Iip Hidajat, karena tidak bisa memimpin daerah dan gagal total dalam membangun Kabupaten Kuningan,” harap Uha.