Yakubu Gowon adalah salah seorang pemimpin hebat yang mampu merangkul mantan musuh-musuhnya setelah perang saudara di Nigeria. Ia lahir di Nigeria utara dari suku minoritas Ngas dan dididik dalam lingkungan Kristen, membuatnya menjadi double minority di daerah mayoritas muslim. Gowon bergabung dengan tentara pada usia 20 tahun dan menghabiskan waktu berlatih di Inggris, termasuk bertugas di Royal Military Academy Sandhurst, serta dalam detasemen penjaga perdamaian Nigeria yang dikirim ke Kongo.
Pada tahun 1966, Gowon terlibat dalam kudeta yang menggulingkan pemerintah sipil, dan kemudian ditunjuk sebagai Kepala Staf Angkatan Darat Nigeria pada usia 31 tahun. Setelah itu, ia diangkat menjadi Kepala Negara dengan status double minority, yang membuatnya diakui oleh rekan-rekan militernya. Namun, gerakan separatis di Nigeria tetap mengancam persatuan negara.
Gerakan separatis paling lantang berasal dari Ibos Kristen di Nigeria Timur, yang pada tahun 1967 menyatakan kemerdekaan sebagai negara Biafra. Perang saudara besar-besaran pun terjadi, dan Gowon memimpin ekspansi besar-besaran Angkatan Darat Nigeria untuk menghadapi konflik ini.
Akhirnya, pada bulan Januari 1970, Yakubu Gowon menerima penyerahan tanpa syarat dari kelompok separatis Biafran. Namun, yang membuatnya hebat bukanlah kemenangan militer tersebut, melainkan kemampuannya untuk merangkul mantan musuh-musuhnya. Ia menyatakan pidato “tidak ada pemenang, tidak ada yang kalah” dan memberikan amnesti kepada separatis Biafran. Selain itu, ia juga merumuskan program rekonsiliasi dan rekonstruksi untuk membangun kembali area yang rusak akibat perang.
Meskipun mengalami kudeta pada tahun 1975 dan mengasingkan diri ke Inggris, Gowon terus berusaha untuk mempromosikan tata pemerintahan yang baik dan memerangi penyakit menular di Nigeria. Pada tahun 2004, usahanya tersebut membuatnya mendapatkan kehormatan tertinggi oleh Dewan Penganugerahan Penghargaan Perdamaian Dunia.