Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat bicara mengenai isu kemunculan Selat Muria yang sudah hilang sekitar 300 tahun lalu. Isu ini muncul akibat banjir di wilayah Demak dan Kudus belakangan ini.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menepis isu tentang kembalinya Selat Muria yang telah menghilang selama 300 tahun. Menurutnya, Selat Muria yang dahulu menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Muria tidak mungkin terbentuk kembali dalam waktu dekat atau melalui proses geologi seperti gempa bumi tektonik dengan kekuatan besar.
“Diperkirakan kecepatan penurunan tanah di daerah pesisir Demak berkisar 5-11 cm/tahun. Beberapa tempat di daerah pesisir memiliki elevasi yang lebih rendah dari permukaan air laut, sehingga saat terjadi banjir rob akan merambat ke daratan. Meskipun terjadi penurunan tanah di Demak dan sekitarnya, Selat Muria tidak akan segera terbentuk kembali. Banjir saat ini dipengaruhi oleh cuaca hujan tinggi dan kerusakan infrastruktur,” ungkap Wafid.
Wafid menjelaskan bahwa tanggul dan kondisi lapisan tanah di bawah permukaan didominasi oleh lapisan lempung lunak yang cenderung tidak tembus air. Selain itu, banjir rob juga menyebabkan genangan air yang lama di daerah pesisir.
Selat Muria mungkin hanya bisa terbentuk kembali melalui proses geologi yang dahsyat, seperti gempa bumi tektonik besar yang mengakibatkan graben yang meluas. Namun, graben land subsidence saja tidak cukup untuk membentuk kembali Selat Muria dan jika terjadi, akan memakan waktu lama.
Penelitian Badan Geologi menunjukkan perbedaan kecepatan penurunan tanah di daerah pesisir dan daratan. Faktor-faktor yang mungkin membuat Selat Muria terbentuk kembali adalah penurunan tanah yang besar, kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim, dan gangguan pada pola aliran sungai akibat elevasi daratan yang rendah dibanding permukaan air laut.