Pertumbuhan Ekonomi 8% Dan Arti Penting Hulu Migas Indonesia

by -116 Views
Pertumbuhan Ekonomi 8% Dan Arti Penting Hulu Migas Indonesia

Prabowo Subianto Djojohadikusumo akan dilantik sebagai Presiden ke-8 Republik Indonesia dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat RI yang digelar di Gedung Nusantara Kompleks Parlemen Senayan Jakarta pada 20 Oktober 2024. Sebelum pelantikan nanti, Prabowo sebagai presiden terpilih sudah hadir mewakili atau mendampingi Presiden ke-7 RI Joko Widodo dalam berbagai agenda pemerintah. Terbaru, Prabowo mewakili Jokowi menghadiri peresmian Peluncuran Geoportal One Map Policy 2.0 serta Penyampaian Laporan Hasil Evaluasi Nasional Capaian Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di The St. Regis Hotel Jakarta pada 18 Juli 2024. Dalam kesempatan itu, Prabowo, sebagaimana kesempatan-kesempatan sebelumnya, kembali melontarkan urgensi percepatan pembangunan yang dinilai vital bagi masa depan bangsa. “Tadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Airlangga Hartarto) menyampaikan bahwa kita optimis bisa mencapai pertumbuhan ekonomi lebih dari 5%. Kalau saya lebih berani lagi. Kita harus berani menaruh sasaran yang lebih tinggi. Kalau saya optimis kita bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 8%,” katanya. Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya tersebut optimistis lantaran kekayaan dan potensi Indonesia sangat besar. Namun demikian, Prabowo mengungkapkan ada sejumlah syarat yang harus dikerjakan demi mewujudkan kemajuan negara. “Kita harus lebih efisien, kita harus kelola dengan baik, ambil kebijakan yang masuk akal, dan kita harus bertekad untuk mitigasi kebocoran, mitigasi penyelewengan, mitigasi kebijakan-kebijakan yang tidak menguntungkan kepentingan nasional dan kepentingan rakyat,” ujarnya.

Melalui tulisan ini, penulis berbekal latar belakang pernah mengabdi sebagai profesional public policy di industri hulu minyak dan gas bumi (migas) ingin mengelaborasi target pertumbuhan ekonomi 8% dengan migas. Dalam tulisan ini juga akan disampaikan tantangan demi tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan pada periode pemerintahan 2024-2029. Migas kini dan nanti

“I have to say that oil and gas revenues make up a large part of Russian budget revenue. This is a serious component for us in addressing economic development, budget funding for our development programmes, and of course, and meeting of our social commitments to our citizens.” Kata-kata di atas diungkapkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu. Jika diterjemahkan secara bebas, rangkaian kalimat tersebut kurang lebih berarti, “Saya harus mengatakan bahwa pendapatan dari migas menyumbang sebagian besar pendapatan bagi anggaran Rusia. Migas merupakan komponen penting dalam pengembangan ekonomi, pendanaan program pembangunan, dan tentu saja memenuhi komitmen sosial terhadap warga negara.” Kalimat-kalimat itu terasa relevan bagi negara-negara yang mengandalkan migas, terutama di sisi hulu, sebagai penopang anggaran mereka. Tidak terkecuali Indonesia. Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, penerimaan negara hingga 30 Juni 2024 mencapai 76 miliar dolar AS atau setara Rp 114 triliun. Hingga akhir tahun nanti, SKK Migas memproyeksikan penerimaan negara sebesar 136 miliar dolar AS atau setara Rp 220 triliun. Tidak hanya pendapatan negara, peran penting hulu migas juga terlihat dari sisi investasi yang menghadirkan multiplier effect (efek pengganda) bagi perekonomian. Mengutip data terbaru SKK Migas, investasi hulu migas hingga Juni 2024 diperkirakan mencapai 56 miliar dolar AS atau setara Rp 84 triliun. Sedangkan outlook investasi 2024 sebesar 157 miliar dolar AS (setara Rp 236 triliun), meningkat 15% dari realisasi tahun 2023 yang tercatat 137 miliar dolar AS (setara Rp 206 triliun). Namun demikian, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi hulu migas Indonesia saat ini, terutama dari sisi realisasi produksi siap jual atau lifting minyak bumi. SKK Migas melaporkan hingga semester I-2024 realisasi lifting minyak bumi mencapai 576 ribu barel per hari atau di bawah target APBN 2024 sebesar 635 ribu barel per hari. Realisasi lifting minyak bumi itu juga di bawah target rencana kerja dan budget (WP&B) 2024 sebesar 589.500 barel per hari. Dengan kondisi itu, realisasi lifting minyak bumi diperkirakan hanya akan mencapai 595 ribu barel per hari pada akhir tahun 2024. Dalam konferensi pers 19 Juli 2024, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan pada semester I-2024 terdapat tantangan gangguan banjir terjadi di mana-mana sehingga lebih dari satu bulan drilling atau pengeboran tidak bisa dilakukan. Kemudian ada beberapa keterlambatan kegiatan drilling yang menyebabkan realisasi lifting minyak bumi menjadi 576 ribu barel per hari. Sementara itu, realisasi salur gas bumi per semester I-2024 sebesar 5.301 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau di bawah target APBN 2024 yang tercatat 5.785 MMSCFD. Dengan kondisi itu, realisasi salur gas bumi diperkirakan hanya akan mencapai 5.554 MMSCFD. SKK Migas memastikan tidak ada kendala berarti terkait salur gas bumi di Indonesia. Secara umum, penurunan lifting minyak bumi disebabkan mayoritas sumur minyak sudah tua (mature) sehingga penurunan produksi pun terjadi secara alamiah. Pemerintah pun berusaha menahan laju penurunan produksi sembari meningkatkan produksi. Akan tetapi, belum ada temuan lapangan minyak baru yang bisa menghadirkan tambahan produksi minyak secara signifikan. Penulis ingin kembali mengingatkan bahwa Presiden Terpilih Prabowo bersama Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden terpilih memiliki 8 misi yang disebut Asta Cita. Dalam poin kedua berbunyi, “Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.” Sebagai turunannya terdapat sederet program kerja yang terkait dengan hulu migas yaitu “mengembalikan tata kelola migas dan pertambangan nasional sesuai amanat konstitusi terutama Pasal 33 UUD 1945” dan “memperbaiki skema insentif untuk mendorong aktivitas temuan cadangan sumber energi baru untuk meningkatkan ketahanan dan kedaulatan energi nasional.” Kemudian, “mendirikan kilang minyak bumi, pabrik etanol serta infrastruktur terminal penerima gas dan jaringan transmisi/distribusi gas baik oleh BUMN atau swasta” dan “memperluas konversi BBM kepada gas dan listrik untuk kendaraan bermotor. Meningkatkan dan menambah porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran listrik PLN.” Tantangan

Visi hingga program kerja itu tentu dapat berjalan optimal apabila ditopang regulasi yang mumpuni. Penulis secara khusus menyoroti UU yang masih menjadi acuan bagi seluruh pemangku kepentingan di Tanah Air yaitu UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Peraturan itu merupakan pengganti UU Nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, UU Nomor 15 Tahun 1962 tentang Kewajiban Perusahaan Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri, dan UU Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Migas Negara yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan usaha pertambangan migas. Namun demikian, hingga saat ini belum ada kejelasan terkait revisi UU Migas baik dari pemerintah maupun parlemen. Dalam sebuah kesempatan pada tahun lalu, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra Ramson Siagian mengatakan kelembagaan menjadi fokus revisi beleid itu. Pembahasan revisi UU Migas juga mewacanakan penghapusan SKK Migas yang merupakan badan usaha sementara setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas pada 2012 lalu serta membentuk suatu lembaga baru bernama Badan Usaha Khusus (BUK) Migas sebagai pemegang kuasa hulu migas. Dengan adanya BUK Migas, diharapkan bisa lebih memberi ruang kepada investor sehingga cadangan dan produksi bisa meningkat. “Namun hingga kini masih menjadi perdebatan BUK-nya BUMN (Pertamina) atau dibentuk lagi yang baru. Jadi belum clear yang mana,” kata Ramson sebagaimana diberitakan Kompas pada 15 Februari 2023.

Tentunya penulis mencoba me-manage ekspektasi di sisa masa pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf serta masa pengabdian DPR RI periode 2019-2024 yang hanya tinggal menghitung hari ini akan dapat melakukan pembahasan revisi UU Migas dapat tuntas. Oleh karena itu, harapan tentu berada di tangan pemerintahan selanjutnya, Prabowo-Gibran, beserta DPR RI periode 2024-2029 untuk menuntaskan revisi aturan tersebut. Tantangan berikut yang tidak kalah penting adalah menjamin sekaligus menjaring investasi korporasi migas raksasa kelas dunia. Hengkangnya Shell Upstream Overseas Services (I) Limited di Blok Masela tentu menjadi pelajaran berharga bagi semua stakeholder hulu migas akan pentingnya kepastian dalam berinvestasi. Beruntung PT Pertamina Hulu Energi melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Energi Masela yang bermitra dengan PETRONAS Masela Sdn. Bhd. telah menyelesaikan proses akuisisi 35% participating interest (PI) milik Shell Upstream Overseas Services (I) Limited di Blok Masela melalui perjanjian jual beli yang ditandatangani pada tanggal 25 Juli 2023 dan persetujuan Menteri ESDM atas pengalihan PI diperoleh pada tanggal 4 Oktober 2023. Investor asing, sebagaimana investor lokal, tentu menginginkan adanya kepastian alih-alih ketidakpastian dalam berinvestasi. Kinerja aparat penegak hukum juga krusial untuk mendatangkan investor terutama korporasi raksasa dunia yang bergerak di sektor hulu migas. Tantangan lain, mengutip survei yang dilakukan PwC Indonesia beberapa waktu lalu, adalah adanya harapan harmonisasi yang lebih baik untuk sektor migas di seluruh kementerian. Kementerian yang dimaksud dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kementerian Lingkungan Hidup yang menjadi pilar dari industri migas tanah air. Penulis tentu berharap ke depan sinergi antar kementerian dan juga lembaga terkait industri dapat lebih erat. Dengan begitu, target-target yang telah disampaikan pemerintah dan DPR RI termasuk dalam mewujudkan lifting minyak bumi 1 juta barel per hari di tahun-tahun mendatang bisa tercapai dengan lancar.

Source link