BRIGADIER GENERAL TNI (RET.) ALOYSIUS BENEDICTUS MBOI

by -62 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I: Para Pemimpin Teladan Tentara Nasional Indonesia]

Saya belajar pelajaran hidup penting ketika Pak Ben Mboi mengatakan, ‘Prabowo jika kamu ingin menjadi pemimpin yang baik, saya hanya bisa memberitahumu dua hal. Pertama, cintai rakyatmu dan kedua, gunakan akal sehatmu. Tak akan salah jalan.’

Itulah yang selalu saya ingat. Sebagai pemimpin, kita harus mencintai orang-orang, mencintai pasukan kita. Kemudian kita harus menggunakan akal sehat. Kita tidak perlu terlalu jauh karena akal sehat biasanya berhasil.

Kata-katanya mengingatkan saya pada pepatah Jawa, “Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso Rumongso.” Tidak cukup bagi pemimpin untuk memiliki kemampuan menyelesaikan tugas, tetapi mereka juga harus dapat merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Itu adalah gagasan filosofis yang sangat dalam bagiku. Bahkan sekarang, saya masih memegang kutipan Pak Ben Mboi, ‘cintai rakyatmu, gunakan akal sehatmu’.

Setelah bertahun-tahun, saya bertemu dengan Dokter Ben Mboi, seperti yang lebih dikenal setelah dia pensiun sebagai prajurit dan sebagai Gubernur Nusa Tenggara Timur. Di TNI, dia dikenal sebagai dokter militer yang ikut serta dalam lompat udara berbaret merah (RPKAD) di Merauke selama kampanye pembebasan Irian Barat. Saat itu, komandan kompi adalah Kapten Benny Moerdani, yang kemudian menjadi Menteri Pertahanan dan Panglima TNI (PANGAB) pada tahun 1980-an. Pak Ben Mboi adalah bagian dari kompi Pak Benny Moerdani yang melompat ke Merauke.

Ketika saya bertemu Pak Ben Mboi, dia berbagi banyak cerita dengan saya. Antara lain, dia menceritakan kisah saat dia naik pesawat Hercules sebelum lompat udara ke Irian Barat. Saat itu, Panglima Besar Komando Mandala adalah Mayor Jenderal Suharto, dan dia memimpin upacara perpisahan. Operasi Jaya Wijaya memiliki satu tujuan: mengakhiri pendudukan Belanda di Irian Barat. Pak Harto kemudian menjadi Jenderal TNI dan akhirnya Presiden Republik Indonesia.

Pada saat itu, Pak Ben Mboi masih sebaga Letnan Satu. Dia adalah dokter militer. Dia menceritakan bahwa pasukan yang dipimpin oleh Pak Benny Moerdani melakukan roll call di samping pesawat pengangkut Hercules C-130 yang mesinnya sudah dihidupkan. Dengan latar belakang suara keras mesin Hercules, Pak Harto memberikan pidato yang sangat singkat.

Menurut Pak Ben Mboi, dia mendengar Pak Harto berkata: ‘Kalian akan melaksanakan tugas membebaskan Irian Barat. Kami mengirim dua tim sebelum kalian beberapa hari yang lalu. Namun kami belum mendapat kontak dengan mereka sampai sekarang. Saya harus memberitahumu, peluang kalian kembali hidup hanya 50 persen. Sekarang saya akan memberikan kalian tiga menit untuk memikirkannya. Jika kalian ragu, sekarang adalah waktunya untuk pergi.’

Menurut Pak Ben Mboi, tidak ada yang keluar dari barisan. Pak Harto melirik jam tangannya, dan setelah tiga menit, dia memerintahkan pasukan untuk naik pesawat. Pak Ben Mboi kemudian bercanda kepadaku bahwa, mungkin, jika Pak Harto memberi mereka lebih banyak waktu untuk memikirkannya, katakanlah lima menit, banyak dari merekam akan mengubah pikiran.

Meski terdengar lucu, itu memang merupakan tindakan kepahlawanan. Saya berpikir, mungkin Pak Ben Mboi benar, jika mereka diberi lebih banyak waktu, mereka mungkin akan berpikir, ‘Oh tidak, ada 50 persen kemungkinan bahwa saya akan kembali ke keluarga dalam peti mati.’ Tapi mereka tidak ragu; bahkan tidak sehelai keraguan pun muncul dalam pikiran mereka. Itulah semangat kepahlawanan yang mendasari mentalitas nasional saat itu.

Ada cerita menarik lain yang dibagikannya setelah masa jabatannya sebagai gubernur berakhir. Saat itu, bawahannya dan stafnya menyadari bahwa Pak Ben Mboi tidak memiliki rumah. Jadi mereka mulai mengumpulkan dana dan mendapat dukungan dari pemerintah setempat dan beberapa pengusaha lokal untuk membangun rumah Pak Ben Mboi. Kenyataannya, Indonesia memiliki banyak orang hebat yang mendedikasikan karier mereka sepenuhnya kepada negara dan pensiun tanpa rumah. Itu berarti bahwa mereka tidak melakukan korupsi atau mencari keuntungan pribadi dan masih belum dihargai dengan benar. Dan karena mereka sangat dihormati oleh bawahannya selama begitu banyak tahun, orang-orang ini menemukan cara untuk mendapatkan cukup uang untuk membangun rumah setelah pensiunnya komandan mereka.

Saya juga belajar pelajaran hidup penting ketika Pak Ben Mboi memberi tahu saya, ‘Prabowo, jika kamu ingin menjadi pemimpin yang baik, saya hanya bisa memberitahumu dua hal. Pertama, cintai rakyatmu dan kedua, gunakan akal sehatmu. Dengan prinsip ini, kamu tak akan salah jalan.’

Itulah yang selalu saya ingat. Sebagai pemimpin, kita harus mencintai orang-orang, mencintai pasukan kita. Kemudian kita harus menggunakan akal sehat. Kita tidak perlu terlalu jauh karena akal sehat biasanya berhasil. Itu mengingatkan saya pada pepatah Jawa, Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso O Rumongso.” Tidak cukup bagi pemimpin untuk menyelesaikan sebuah tugas, tetapi mereka juga harus merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Itu adalah filsafat yang sangat mendalam bagi saya. Bahkan sekarang, saya masih memegang pesan Pak Ben Mboi, ‘cintai rakyatmu, gunakan akal sehatmu’.

Source link