Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan kerugian negara akibat impor gas liquefied petroleum gas (LPG). Devisa negara yang hilang mencapai Rp 63,5 triliun.
Bahlil menjelaskan bahwa konsumsi gas LPG dalam negeri mencapai 8 juta ton per tahun, dimana sebagian besar berasal dari impor.
“Industri LPG kita hanya memproduksi 1,7 juta ton, sementara sisanya kita impor. Jadi total impor kita mencapai 6-7 juta ton,” ujar Bahlil dalam acara Rakornas REPNAS 2024 di Jakarta.
Berdasarkan data impor LPG tahun 2023, produksi LPG nasional mencapai 1,98 juta metrik ton, sedangkan impor mencapai 6,9 juta ton.
Selain itu, devisa negara yang hilang akibat impor LPG mencapai Rp 63,5 triliun dengan asumsi harga LPG US$ 580/ton dan kurs Rp 16.000/US$.
Bahlil juga menyatakan rencana pemerintah untuk membangun industri gas supaya bisa melakukan konversi. Selain itu, pemerintah juga akan membangun jaringan gas ke rumah tangga untuk memungkinkan masyarakat membeli gas dengan harga lebih murah.
Menurut Bahlil, biaya subsidi pemerintah untuk LPG mencapai Rp 60-80 triliun per tahun. Subsidi ini diberikan agar harga gas dapat tetap murah bagi masyarakat.
“Saya menganut mazhab kedaulatan yang berarti kita harus bisa mandiri dalam mengelola Sumber Daya Alam kita, itu mazhab saya,” tambahnya.