Birgadir Jenderal TNI (Purn) Aloysius Benedictus Mboi

by -133 Views
Birgadir Jenderal TNI (Purn) Aloysius Benedictus Mboi

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]

Dokter Ben Mboi, saya bertemu dengannya setelah beliau pensiun sebagai seorang tentara dan gubernur Nusa Tenggara Timur. Di kalangan TNI, beliau dikenal sebagai seorang dokter militer yang ikut terjun dengan pasukan baret merah (RPKAD) yang diterjunkan di Merauke pada saat operasi pembebasan Irian Barat. Saat itu, komandan kompi yang diterjunkan adalah Kapten Benny Moerdani, yang kemudian menjadi Menhan dan Pangab pada tahun 1980-an. Pak Ben Mboi adalah dokter yang berada di kompi Pak Benny Moerdani yang ikut terjun dalam operasi di Merauke.

Dari beberapa pertemuan dengan Pak Ben Mboi, beliau bercerita tentang pengalaman menaiki pesawat Hercules untuk terjun di Irian Barat. Waktu itu, Panglima Komando Mandala Mayor Jenderal TNI Soeharto yang kemudian menjadi jenderal dan Presiden RI yang melepas mereka. Ketika pasukan yang dipimpin oleh Pak Benny Moerdani, termasuk Pak Ben Mboi yang masih berpangkat Letnan Satu, diapelkan di sebelah pesawat Hercules yang mesinnya sudah bunyi, Pak Harto menyampaikan sambutan yang singkat.

Menurut Pak Ben Mboi, kata-kata Pak Harto saat itu adalah: “Sebentar lagi saudara-saudara akan berangkat untuk diterjunkan di daerah Merauke dalam rangka operasi merebut kembali Irian Barat. Dua tim sebelum kalian sudah diterjunkan beberapa minggu lalu sampai hari ini tidak ada kontak dengan mereka. Kemungkinan kalian tidak kembali lebih dari 50%. Saya beri waktu tiga menit, kalau ada di antara kalian yang ragu-ragu, yang tidak mau berangkat silakan keluar barisan.”

Menurut Pak Ben Mboi, tidak ada yang keluar barisan. Pak Harto melihat jamnya dan setelah tiga menit memerintahkan semua pasukan agar naik pesawat. Menurut Pak Ben Mboi, jika Pak Harto memberi waktu lebih dari 5 menit, mungkin banyak yang keluar barisan.

Cerita ini heroik meskipun agak lucu. Dalam hati, Pak Ben Mboi merasa bahwa jika orang-orang diberi waktu berpikir lebih lama, “waduh, bisa-bisa 50% saya tidak kembali bertemu keluarga saya.” Mungkin itulah semangat heroisme saat itu yang melanda seluruh bangsa Indonesia.

Ada cerita menarik lainnya yang beliau sampaikan setelah pensiun dari jabatan gubernur. Saat itu, anak buah dan stafnya baru sadar bahwa Pak Ben Mboi tidak memiliki rumah. Mereka mulai menggalang dana dan mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan beberapa pengusaha lokal untuk membangun rumah Pak Ben Mboi. Faktanya, Indonesia memiliki banyak prajurit hebat yang mengabdikan seluruh karirnya untuk negara, namun setelah pensiun tidak memiliki rumah. Itu berarti mereka tidak melakukan korupsi atau mencari keuntungan pribadi, namun tidak diberi imbalan yang pantas. Karena mereka sangat dihormati oleh bawahannya selama bertahun-tahun, para anak buah ini menemukan cara untuk mendapatkan cukup uang untuk membangun rumah untuk komandan mereka setelah pensiun.

Satu pelajaran yang saya terima dari Pak Ben Mboi adalah dia mengatakan: “Prabowo, kalau mau jadi pemimpin yang baik, saya anjurkan 2 hal. Pertama, cintai rakyatmu, dan kedua, gunakan akal sehatmu, kau tidak akan meleset.”

Itulah yang selalu saya ingat. Sebagai pemimpin, kita harus mencintai rakyat dan anak buah kita. Dan kita harus menggunakan akal sehat, tidak perlu terlalu berlebihan, karena jika menggunakan akal sehat, biasanya akan berhasil. Dari situ, saya ingat pepatah Jawa “Ojo Rumongso Iso, Nanging Iso Rumongso.” Pemimpin jangan merasa bisa, tapi harus bisa merasakan perasaan, penderitaan, dan kebutuhan orang lain. Itu adalah filosofi yang sangat mendalam bagi saya. Dari Pak Ben Mboi, “Cintai Rakyatmu, Gunakan Akal Sehatmu” menjadi pegangan saya.

Source link