Kondisi perekonomian Kuba terus memburuk. Kekurangan makanan dan energi dialami warga negara Amerika Latin tersebut. Inflasi tahunan Kuba hampir mencapai 50% selama tiga tahun terakhir, sementara produk domestik bruto mengalami penurunan sebesar 2%.
Baru-baru ini, harga bensin naik lima kali lipat, dan PDB Kuba berada 10% di bawah nilai pada tahun 2019. Mata uang peso melemah drastis terhadap dolar.
Pada tahun 1960-an, pemerintah Kuba memberikan makanan bagi warganya dalam program bernama “Libreta”. Namun, sejak krisis pada tahun 1990, kondisi ekonomi terus merosot dan warga mulai bereksodus ke luar negeri.
Kebijakan pasar bebas yang mulai diterapkan membuat harga-harga di Kuba naik, sementara pendapatan warga tetap rendah. Warga mulai merasakan kekurangan makanan.
Pemerintah Kuba menyalahkan Covid-19, sanksi AS, dan perubahan makroekonomi sebagai faktor penyebab penurunan ekonomi. Namun, masalah produksi dan distribusi juga telah lama menjadi permasalahan di Kuba.
Warga mulai melakukan aksi unjuk rasa terkait situasi ekonomi yang memburuk. Kedutaan Besar AS di Havana mendesak pemerintah Kuba untuk menghormati hak asasi warga. Namun, Presiden Kuba mencurigai adanya pihak asing yang mendukung aksi demonstrasi tersebut.
Kondisi ekonomi yang semakin memburuk membuat warga Kuba merasakan kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Aksi protes pun mulai terjadi di berbagai kota di Kuba sebagai bentuk perlawanan terhadap kondisi ekonomi yang memprihatinkan.