Meningkatnya tensi geopolitik dikhawatirkan akan memicu krisis energi dan mempengaruhi rantai pasok. Gejolak ini juga bisa mempengaruhi agenda transisi energi, termasuk mencapai Net Zero Emission (NZE).
Beberapa industri merespons fenomena tersebut dengan memanfaatkan peluang dalam masa transisi energi menuju energi terbarukan. Mereka mempersiapkan sejumlah upaya untuk menghadapinya.
Chief Financial Officer SUN Energy, Evy Susanty, mengatakan salah satu cara agar tujuan pencapaian bebas emisi karbon tetap tercapai adalah dengan mempercepat pengembangan sumber energi alternatif, terutama energi terbarukan.
“Pandangan saya adalah jika memungkinkan, pembangunan energi terbarukan ini dapat dirangsang agar lebih cepat. Kita tahu bahwa ketahanan energi masih dalam proses,” ujar Evy dalam acara Road to CNBC Indonesia Award Best Energy Companies, Selasa (31/10/2023).
Pihaknya juga berkomitmen untuk terus membantu pembangunan energi terbarukan di Indonesia, terutama dalam pengembangan energi surya.
Direktur Keuangan PT PLN Indonesia Power, Endang Astharanti, mengatakan bahwa untuk mewujudkan transisi energi dan net zero emission, dibutuhkan investasi yang sangat besar. Hingga tahun 2030, perusahaan berkomitmen untuk membangun pembangkit listrik renewable dengan kapasitas 7 GW dan membutuhkan investasi lebih dari Rp 250 triliun. PLN IP juga melakukan co-investment dengan beberapa pihak untuk mencapai tujuan tersebut.
“Kami memiliki beberapa inisiatif kolaborasi finansial dengan beberapa mitra, termasuk pengembang dari dalam dan luar negeri. Dengan co-investment tersebut, modal kami bisa terbantu. Karena kami terbatas dalam modal, kami perlu kolaborasi dengan pengembang lain untuk mengembangkan energi terbarukan,” jelas Endang.
Selain pembangunan pembangkit, perusahaan juga melakukan beberapa inisiatif untuk mengakselerasi gerakan hijau, seperti co-firing dengan biomassa. Dengan begitu, beberapa pembangkit listrik terdapat akan menggunakan energi biomassa. Menurutnya, terobosan ini dapat membantu dekarbonisasi. Saat ini, PLN Indonesia Power telah mencampurkan 5-10% bahan bakar biomassa ke dalam pembangkit listrik yang mereka miliki.
Lebih lanjut, PLN Indonesia Power juga memiliki inisiatif untuk menggunakan hidrogen hijau atau amonia di beberapa unit pembangkit listrik. Tak hanya itu, ada pula inisiatif lainnya, seperti mengakselerasi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan ukuran kecil untuk daerah-daerah terpencil yang masih menggunakan bahan bakar diesel.
“Dengan menggabungkan PLTS hybrid, itu dapat membantu mengurangi konsumsi bahan bakar minyak. Karena PLTS bersifat intermitten, tetap membutuhkan ketahanan energi, jadi diesel masih tetap ada sebagai kombinasi hybrid,” tambahnya.
Dengan mengambil langkah-langkah ini, diharapkan Indonesia dapat terus bergerak menuju agenda transisi energi dan mencapai target Net Zero Emission.