Jakarta, CNBC Indonesia – PT Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial & Trading Pertamina, mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia memiliki ‘harta karun’ pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM). ‘Harta karun’ yang dimaksud ini yaitu Bahan Bakar Nabati (BBN) berbasis tetesan tebu (molase) yang bisa menjadi campuran bensin, atau biasa disebut bioetanol. Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan mengatakan bahwa saat ini pihaknya bersama dengan PT Energi Agro Utama (Enero), anak usaha dari PT Sinergi Gula Nusantara (SGN), untuk memproduksi bioetanol berbasis tetes tebu (molase). Adapun jumlah produksi bioetanol kini mencapai 30 ribu kilo liter (kl) per tahun. “Secara total volume itu sekarang produksinya mencapai 30.000 kilo liter,” ungkap Riva kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, Selasa (5/12/2023). Riva menyebut, sebagian dari produksi bioetanol tersebut dialokasikan untuk memproduksi BBM Pertamax Green 95 yang merupakan campuran antara BBM fosil dan bioetanol sebesar 5% (E5). “Sebagian dari 30 ribu kilo liter itu kita offtake (ambil) untuk memproduksi Pertamax Green 95,” tambahnya. Dia juga mengatakan bahwa hingga saat ini antusias masyarakat untuk menggunakan Pertamax Green 95 semakin meningkat walaupun terhitung usia komersialisasi Pertamax Green 95 hingga saat ini baru 5 bulan. “Tapi memang animo masyarakat untuk produk Pertamax Green 95 ini cukup baik,” bebernya. Dengan begitu, pihaknya mengungkapkan pemanfaatan produk BBM bercampur dengan bioetanol tersebut sudah mencapai 5 ribu kl per hari. “Ke depannya, kalau kita melihat volume saat ini, mungkin per harinya ada di sekitar 5 ribu liter per hari. Yang kita estimasikan di dalam satu bulan itu mencapai sekitar 150 ribu liter atau 150 kl. Nah harapannya ini akan meningkat 2-3 kali lipatnya di tahun 2024,” tuturnya. Sebelumnya, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengungkapkan Indonesia mempunyai target produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu hingga 1,2 juta kilo liter (kl) pada 2030. Hal tersebut termuat di dalam peta jalan yang menjadi amanat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel). “Kita tahun 2030 menargetkan bioetanol sebesar 1,2 juta kl luar biasa kan cukup besar sekali,” kata Satya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (28/11/2023). Sementara, produksi bioetanol di dalam negeri sendiri saat ini jumlahnya baru sekitar 40 ribu kl per tahun. Artinya, perlu ada penambahan areal lahan baru perkebunan tebu guna memenuhi kebutuhan untuk produksi bioetanol. Satya membeberkan bioetanol sebenarnya tidak hanya bergantung pada tebu saja. Produk bioetanol sendiri dapat diekstrak dari tanaman lainnya seperti sorgum salah satunya. “Jadi di samping kalau kita masih mempertahankan penggunaan tebu ya memang lahan luas, lahan itu merepresentasikan jumlah daripada molase ke depannya,” imbuhnya. -Dikutip dari CNBC Indonesia.