Megawati Soekarnoputri, KIM Plus Phenomenon and the Narrative of Political Sympathy

by -55 Views

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengungkapkan pandangannya terkait dinamika menjelang Pemilihan Umum Kepala Daerah Serentak 2024. Menurutnya, kondisi saat ini terlihat menghalangi orang untuk mencalonkan diri.

Dalam kesempatan tersebut, Megawati juga menyoroti nasib PDIP yang ditinggalkan sendirian, sementara partai lain membentuk KIM Plus. “Lucu juga deh kalau lihat sekarang pilkada nih, yang ini nggak boleh sama yang itu, yang ini nggak boleh sama yang itu,” kata Megawati saat hadir dalam acara pengumuman bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024).

Ia menilai upaya untuk menghalangi seseorang dilakukan dengan membentuk koalisi. Megawati juga merasa kasihan dengan nasib PDIP yang akhirnya ditinggal sendirian sementara yang lain membentuk KIM Plus.

Megawati menanyakan apa itu KIM Plus. Ia juga menyebut bahwa setiap warga negara seharusnya memiliki hak yang sama untuk dipilih dalam pemilu langsung. Selain itu, Megawati juga mempertanyakan KPU terkait slogan luber jurdil, apakah slogan tersebut benar-benar dapat dijalankan.

Menurut analis sosial-politik Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Musfi Romdoni, pidato Megawati di DPP PDIP banyak ditafsirkan sebagai pendapat bahwa PDIP sedang dikebiri. Operasi yang dilakukan untuk mengebiri PDIP dilakukan karena kekalahan partai tersebut dalam pemilu.

Musfi juga menjelaskan bahwa pengucilan PDIP dalam pilkada terjadi karena operasi langsung dan tidak langsung. KIM Plus dominan dalam daerah strategis seperti Jakarta dan Jawa Barat, sehingga banyak kandidat memilih dukungan KIM. Politisi pragmatis cenderung mendukung kandidat yang didukung partai berkuasa.

Meskipun demikian, Megawati diharapkan bisa membangun narasi politik rasa iba bagi PDIP. Publik harus diberi pemahaman bahwa PDIP saat ini sedang mengalami kesulitan. Pemerintahan ke depan diprediksi akan dipegang oleh Prabowo, bukan Jokowi, dan hal ini juga perlu dipertimbangkan dalam analisis politik.