Jakarta, CNBC Indonesia – SKK Migas mencatat bahwa realisasi lifting minyak hingga Semester 1-2024 mencapai 576 ribu barel per hari (bph), atau jauh di bawah target yang ditetapkan dalam APBN 2024 sebesar 635 ribu bph.
Penurunan lifting minyak ini diperkirakan akan terus berlanjut, mengingat target lifting minyak dalam RAPBN 2025 juga dipangkas tinggal 600 ribu bph.
Ketua Komite Investasi ASPERMIGAS, Moshe Rizal mengatakan bahwa penurunan lifting minyak di bawah 600 bph sudah terjadi sejak Agustus 2023. Mengingat 70% produksi minyak di bawah kendali Pertamina, kunci untuk mendorong lifting minyak ada di tangan Pertamina.
ASPERMIGAS juga menilai bahwa Pertamina tidak dapat meningkatkan produksi minyak sendirian, mengingat lapangan migas di Indonesia sangat luas dan mayoritas berada di lapangan yang sudah ‘mature’ dan membutuhkan investasi besar serta teknologi tinggi.
Selama 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi, menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, turunnya produksi minyak tidak mendapat perhatian. Baru saat impor terus naik, pemerintah baru sadar akan dampak negatif penurunan produksi migas.
Komaidi juga menyoroti kompleksitas perizinan yang menjadi hambatan dalam proses eksplorasi dan eksploitasi yang belum terselesaikan hingga saat ini.
Lalu, apa tantangan dan upaya yang diperlukan untuk meningkatkan produksi minyak mentah di Indonesia? Untuk informasi lebih lanjut, saksikan dialog antara Syarifah Rahma dengan Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (ASPERMIGAS), Moshe Rizal, dan Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro dalam Squawk Box, CNBC Indonesia (Selasa, 20/08/2024)