Anggota Komisi V DPR RI, Djenri Alting Keintjem, mempertanyakan netralitas perangkat desa dalam Pemilihan Presiden 2024. Perkara itu dibahas dalam rapat kerja dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Abdul Halim Iskandar di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, (28/11/2023).
Djenri pertama-tama bertanya kepada Abdul Halim mengenai mekanisme perekrutan pendamping desa. Pendamping desa merupakan sumber daya manusia yang direkrut oleh Kemendes pada periode tertentu untuk memberikan pendampingan terhadap pengelolaan desa di Indonesia. Djenri mempertanyakan kebenaran bahwa faktor politik menjadi salah satu pertimbangan dalam perekrutan pendamping desa.
“Benarkan pendamping desa ini ada afiliasi politik ke parpol tertentu?” kata dia dalam rapat kerja dengan Menteri Desa PDTT di Gedung DPR RI, Selasa (28/11/2023).
Anggota DPR dari Fraksi PDIP itu mengaku mendapatkan informasi ada pendamping desa yang dikeluarkan dari grup WhatsApp-nya, karena berbeda pandangan politik mengenai partai dan calon presiden. Djenri mengaku memiliki bukti dugaan pelanggaran itu.
“Saya ada bukti, kalau bapak perlu saya tunjukkan, orang yang tidak sejalan dengan partai atau calon presiden itu dikeluarkan dari grup tersebut,” katanya.
Menurut Djenri, tekanan kepada pendamping desa itu tak berhenti hanya dengan dikeluarkan dari grup. Dia mengatakan calon pendamping desa ini diancam tidak bisa ikut lagi perekrutan calon pendamping desa apabila tetap mendukung capres yang tidak sama.
“Orangnya bisa saya bawa ke sini, mungkin karena orang yang bukan satu warna dari partai atau calon presiden tertentu, saya minta konfirmasi ke Bapak,” ujarnya.
Menjawab pertanyaan itu, Abdul Halim mengatakan tidak pernah ada arahan dari Kementerian Desa PDTT kepada pendamping desa untuk mendukung parpol atau capres tertentu. Dia mengakui peristiwa semacam itu memang terjadi, namun sifatnya hanya lokal.
“Kalau saya bayangkan yang disampaikan oleh Pak Djenri ya mungkin tidak jauh dari yang kita dengar hari ini misalnya di Sorong, di Majalengka ada Bupati yang begini-begini, saya kira itu tidak ada kebijakan dari pusat,” kata Abdul.
Dia menduga pihak-pihak tersebut melakukan tindakannya bukan karena instruksi, tapi inisiatif pribadi untuk mendapatkan keuntungan. Karena itu, dia memastikan akan memberikan sanksi kepada pendamping desa yang melakukan kecurangan dalam Pilpres. “Pasti akan kita peringatkan agar tidak mengambil posisi itu,” paparnya.