Pemerintah menargetkan penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN 2024) sebesar Rp2802,3 triliun. Salah satu dorongan terbesar, bersumber dari penerimaan kepabeanan dan cukai yang ditargetkan mencapai Rp 321 triliun atau tumbuh 7% dibandingkan perkiraan realisasi 2023.
Upaya mencapai target tersebut tentu tidak mudah. Sederet tantangan harus dilewati baik yang bersumber dari luar maupun dalam negeri.
Tantangan pertama adalah tensi geopolitik yang masih tinggi, seperti perang Rusia dan Ukraina belum berakhir, perang Israel dan Hamas serta ketegangan Amerika Serikat (AS) dan China. Kedua adalah perlambatan ekonomi global, seperti yang diramalkan banyak lembaga internasional. Di mana ekonomi 2024 diperkirakan akan lebih lemah dari tahun ini.
Kedua hal tersebut akan mempengaruhi moderasi harga komoditas, khususnya yang menjadi andalan ekspor Indonesia. Antara lain batu bara, nikel, timah hingga minyak kelapa sawit (crude palm oil). Dua tahun terakhir, komoditas tersebut memberikan penerimaan bea keluar yang besar bagi Indonesia.
Dari dalam negeri, tantangan yang harus dilewati adalah menjaga perekonomian tetap dalam tren positif. Meskipun bertepatan dengan tahun politik di mana sering kali menjadi ketidakpastian bagi pelaku usaha.
Pemerintah juga melihat tantangan lain seperti pergeseran konsumsi rokok, larangan ekspor mineral pada Juni 2024, penyelesaian smelter yang lebih cepat serta peredaran barang kena cukai ilegal.
Arah Kebijakan Kepabeanan dan Cukai
Setidaknya ada empat hal yang menjadi arah kebijakan kepabeanan dan cukai ke depan. Pertama, pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan meliputi penguatan, harmonisasi, dan sinkronisasi fasilitas fiskal bidang kepabeanan dan cukai, optimalisasi fasilitas Kawasan Khusus untuk mendukung pertumbuhan wilayah dan pemerataan dan penyediaan insentif fiskal untuk mendorong produktivitas sektor ekonomi melalui pemberdayaan UMKM, pengembangan Pusat Logistik Berikat (PLB) serta meningkatkan efektivitas diplomasi ekonomi dan kerjasama kepabeanan internasional.
Kedua, perlindungan kepada masyarakat dan dukungan terhadap perekonomian yang efektif dan kontributif, meliputi penguatan pengawasan yang mengacu konsep lima pilar pengawasan (follow the goods, follow the money, follow the transporter, follow the documents, follow the people) dan perbaikan proses bisnis pelayanan dan peningkatan kinerja logistik melalui implementasi National Logistic Ecosystems.
Ketiga, penerimaan negara yang optimal, terdiri dari intensifikasi tarif cukai hasil tembakau (CHT) melalui kebijakan tarif multiyears pd tahun 2023 & 2024 dgn rata-rata kenaikan 10% dan utk jenis sigaret kretek tangan (SKT) maks. 5%.
Kemudian kstensifikasi BKC melalui penambahan objek cukai baru dan merealisasikan pemungutan cukai Produk Plastik dan MBDK, dengan memperhatikan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat, penyederhanaan probis cukai, pengembangan layanan berbasis digital dan pengembangan layanan e-commerce melalui integrasi dengan marketplace.
Keempat adalah birokrasi dan layanan publik yang agilem efektif dan efisien, meliputi penguatan strategi komunikasi, publikasi, bimbingan pengguna jasa serta kerja sama antar lembaga, perencanaan strategis, manajemen risiko, pengendalian internal, penguatan budaya dan integritas SDM dan kolaborasi dan sinergi dgn K/L, APH, dan Pemda utk pengamanan penerimaan negara serta pengembangan organisasi yang modern dan manajemen transformasi yang dinamis.
Strategi Penerimaan Kepabeanan dan Cukai
Optimisme dalam target kepabeanan dan cukai di dukung oleh beberapa faktor. Bea masuk, pemerintah melihat proyeksi impor meningkat seiring dengan tren positif pada perekonomian.
Pada kelompok bea keluar, harga komoditas mungkin tidak setinggi sebelumnya akan tetapi hilirisasi dapat mendorong peningkatan nilai ekspor.
Pemerintah akan meningkatkan pengawasan pada post clearance audit kepabenan dan cukai, penguatan barang dan dokumen ekspor impor dan pemberantasan penyelundupan melalui optimalisasi patroli laut serta pemanfaatan teknologi informasi.
Sementara cukai, pemerintah akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata 10%. Kemudian implementasi pemungutan cukai atas produk plastik dan MDBK yang diselaraskan dengan daya beli masyarakat, penguatan dan sinergi pengendalian rokok ilegal dan mengendalikan konsumsi barang yang memiliki eksternalitas negatif.