Pada saat ini, produksi minyak nasional belum menunjukkan peningkatan yang positif. Meskipun pergantian tahun dari 2023 ke 2024 semakin dekat. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), rata-rata produksi minyak pada bulan Oktober hanya mencapai 582,69 ribu barel per hari (bph). Sementara itu, pemerintah menargetkan produksi lifting minyak dalam APBN 2023 sebesar 660 ribu bph.
Hal ini berbeda dengan capaian penyaluran gas pada bulan Oktober yang mencapai 6.684 juta standar kaki kubik gas per hari (mmscfd). Realisasi ini melebihi target yang ditetapkan untuk tahun ini sebesar 6.160 mmscfd.
Praktisi minyak dan gas bumi (migas), Hadi Ismoyo, mengatakan bahwa merealisasikan target lifting minyak seperti yang ditetapkan dalam APBN 2023 cukup sulit. Pasalnya, target produksi minyak tahun ini berada di level 660 ribu bph. Menurut Hadi, produksi minyak nasional diperkirakan akan berada di bawah 620 ribu bph pada akhir tahun 2023, dengan estimasi 609 ribu bph. Sementara itu, produksi lifting minyak diproyeksikan hanya mencapai 591 ribu bph pada akhir tahun ini.
Hadi menjelaskan bahwa para kontraktor migas dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Terutama jika tidak segera melakukan upaya untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi, menerapkan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR), dan mengelola produksi eksisting dengan penurunan yang rendah secara massif.
Menurut Hadi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh semua pihak, terutama SKK Migas dan para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), dalam upaya peningkatan produksi. Salah satunya adalah menggalakkan kegiatan eksplorasi di cekungan baru. Hadi menjelaskan bahwa masih banyak potensi cekungan baru di Indonesia yang belum dieksplorasi, terutama di Indonesia Timur. Namun, hal ini juga harus didukung oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpengalaman dan ahli dalam eksplorasi.
Selain itu, diperlukan penggunaan teknologi yang dapat mengolah big data dengan cepat. Penggunaan teknologi ini telah berhasil diterapkan oleh beberapa KKKS seperti ENI dalam operasinya di Indonesia.
Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah tersedianya anggaran modal (capital expenditure) dan biaya operasional (operational expenditure) yang cukup untuk kegiatan eksplorasi. Hadi menyatakan bahwa komponen ini mungkin sudah ada, namun kurangnya orang yang berpengalaman dan berfokus pada eksplorasi serta siap menghadapi risiko dan dapat dikendalikan.
Artikel Selanjutnya:
Harga Minyak Terbang ke Tertinggi 3 Bulan, Besok BBM Naik?
Sumber: CNBC Indonesia